Inilah Koran dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

Salah satu kelompok masyarakat yang selalu mendapat rayuan maut dalam setiap kontestasi adalah kalangan buruh. Hanya saja, biasanya, begitu kontestasi selesai dan menghasilkan pemenang, mereka pula yang terlupakan.

Maklum saja, begitu banyak suara yang bisa didapatkan dari kalangan buruh. Angkanya mungkin saja lebih dari separuh dari total angka daftar pemilih tetap (DPT) pemilu, baik Pilpres, Pilgub, Pilbup, maupun Pilwalkot, misalnya. BPS sendiri mencatat semester I/2018 jumlah penduduk bekerja mencapai 127,07 juga dan sebagian di antaranya adalah buruh.

Maka, buruh merupakan lumbung suara yang empuk bagi peserta kontestan. Termasuk pada Pilpres 2019 ini. Maka, kita pun memaklumi, jika dua pasangan capres kali ini pun kerap berupaya menjalin kemesraan dengan buruh.

Baik Prabowo Subianto maupun Joko Widodo, dengan segala plus-minusnya, mencoba mendekati kalangan buruh. Prabowo selama ini dikenal dekat dengan organisasi buruh KSPSI. Jokowi, belakangan coba mendekati SPSI.

Hanya saja, tentu, dalam konteks ini, karena keduanya tampil sebagai penantang dan petahana, maka lebih gampang bagi publik menilai kebijakan Jokowi terhadap buruh selama ini. Dalam posisi ini pula, suka tidak suka, Jokowi tidak dalam posisi yang cukup menguntungkan.

Apa sebab? Karena Jokowi yang menandatangani Peraturan Pemerintah No 78 Tahun 2015 yang mendapat perlawanan seru dari buruh. PP ini antara lain mengatur, salah satunya, soal upah buruh. Oleh sejumlah kalangan buruh, pemerintah dinilai lemah karena tak memiliki kekuatan intervensi untuk berpihak pada buruh.

Jokowi rupanya memahami keberatan buruh terhadap PP 78 itu. Dalam kampanye di Soreang, dia berjanji akan mengevaluasinya.

Kita berpendapat itu menjadi janji yang positif dari Jokowi terhadap kehidupan para buruh. Tapi, kita pun memaklumi jika kalangan buruh tak yakin begitu saja. Pernyataan buruh mempertanyakan kenapa baru sekarang hendak dievaluasi, hemat kita, juga masuk akal. Sebab, sudah hampir empat tahun PP itu berjalan dan mendapat perlawanan dari kebanyakan buruh sehingga semestinya evaluasi sudah dilakukan jauh-jauh hari.

April 2019