Inilah Koran dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

TAHUN depan, pilkada serentak akan berlangsung kembali. Masihkah ada keinginan rakyat memilih kepala daerah di tengah banyaknya pemimpin mereka yang kini mendekam di Lapas Sukamiskin? Tak perlu menghitung satu-persatu kepala daerah di Jawa Barat hasil pilkada lima tahun terakhir yang sudah jadi terpidana. Jawabnya simpel saja: banyak. Masih ada dua lagi yang bisa saja menyusul karena masih berproses di penyidikan dan persidangan.

Kesalahan yang mereka perbuat adalah melakukan kejahatan yang jadi musuh bersama rakyat saat ini: korupsi. Kejahatan yang dipandang sebagai perbuatan luar biasa, extra ordinary.

Mereka tak hanya datang dari titik tertentu di Jawa Barat. Mereka pemimpin dari empat penjuru mata angin: barat, timur, utara, selatan. Lengkap. Rata. Laki-laki dan perempuan. Sama saja.

Karena itu, para politisi pengincar kekuasaan, hendaknya jangan menyalahkan rakyat jika keinginan untuk memilih pemimpin jadi memudar. Sebab, rakyat kecewa dengan ulah-ulah mereka yang menyalahgunakan kekuasaan. Tak hanya mengganti ongkos politik, tapi juga melimpahruahkan harta kekayaan .

Padahal, uang yang mereka colong, adalah berasal dari rakyat dan semestinya dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat. Banyak macam cara mereka menilap. Dari memaling uang proyek, meminta jatah pejabat yang diangkat, bahkan hingga dana-dana untuk sekolah dan pendidikan.

Lalu, rakyat mana lagi yang harus percaya dengan pemimpinnya? Sayangnya, rakyat dituntut untuk tetap memilih, menggunakan hak suaranya. Bahkan ada semacam setengah paksaan. Ditakut-takuti jika memilih untuk tidak memilih alias golput.

Selalu dimunculkan sisi positifnya untuk merayu rakyat. Katakanlah, tidak semua pemimpin bermental pencuri. Ada juga pemimpin yang baik-baik. Tidak nyolong, tanpa mengembat uang rakyat. Tapi, begitu banyaknya pemimpin yang terjerat kasus korupsi, membuat rakyat berada dalam mimpi yang tipis.

Jangan salahkan rakyat. Salahkan politisi untuk situasi itu. Jangan sekali-kali menyatakan rakyat pemilih yang meminta politik uang. Karena politik uang itu, sejatinya, justru dilakukan politisi-politisi yang rakus. Rakus kekuasaan, rakus kekayaan, rakus kesempatan untuk mencuri uang rakyat.

Begitulah kebanyakan kontestasi pemilihan kepemimpinan kita. Calon pemimpin diposisikan tak ada yang salah. Pemimpin ditempatkan tak ada yang salah. Padahal, ada juga adagium bahwa pemimpin yang tercokok kasus korupsi itu adalah pemimpin yang sial saja. (*)

Juli 2019