Inilah Koran dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

Apakah yang akan dilakukan Joko Driyono jika diberi kesempatan memutar waktu? Banyak pilihannya. Misalnya, tak akan “berkenalan” dengan sepak bola.

Jokdri, begitu dia akrab disapa, harus menjalani kehidupan di balik terali besi dalam status terpidana. Majelis hakim menjatuhkan vonis 1,5 tahun kepada Plt Ketua Umum PSSI ini karena kasus pengrusakan alat bukti. Sekali lagi, pengrusakan alat bukti, bukan match fixing.

Dari sidang-sidang yang berlangsung di dua kota, Jakarta dan Banjarnegara, nama Jokdri tak disebut-sebut dalam kasus pengaturan skor itu. Nama yang tersentuh justru petinggi-petinggi PSSI lainnya.

Ada dua hal yang membuat Jokdri terjerembab. Pertama, merusak barang bukti. Kedua, perbuatan itu dilakukan justru saat kasus match fixing sedang berlangsung. Itulah yang membuatnya seolah-olah dilibatkan dalam kasus pengaturan skor ini.

Padahal, fakta mencatat, Jokdri bukan “pemain” dalam kisruh sepak bola. Atau setidaknya tak ada kisah “pemain” yang membuatnya jadi pembicaraan publik.

Dia memang masuk ke sepak bola karena kecintaan. Dia dikenal sebagai administratur yang baik. Bertahun-tahun mengelola PT Liga Indonesia, sebelum akhirnya diubah jadi PT Liga Indonesia Baru, yang ternyata juga tak lebih baik baik dibanding PT Liga Indonesia.

Jokdri bukan “pemain”, dia hanya administratur. Posisinya menyerupai Nugraha Besoes di era 1980-2000-an atau Sepp Blatter saat masih jadi Sekjen FIFA. Berada di belakang meja, di tataran organisasi. Bukan muncul di lapangan, mendekati wasit, apalagi berbisik dengan penjudi bola.

Kita menyesalkan tindakan Jokdri melanggar aturan hukum soal alat bukti. Tapi, jika kita mau jujur, kita juga kehilangan orang-orang yang mengurus bola tanpa pamrih, tanpa kepentingan apa-apa.

Apakah kita akan menemukan orang-orang yang kemampuan administratur dan kecintaannya terhadap sepak bola sama baiknya seperti Jokdri atau Nugraha Besoes? Waktu yang akan menjawab. Misteri. Sama misteriusnya dengan pertanyaan apakah jika diberi kesempatan memutar waktu ke belakang, Jokdri akan meninggalkan pekerjaannya yang nyaman untuk berkecimpung di sepak bola. (*)

Juli 2019