Inilah Koran dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

PENOLAKAN Mahkamah Agung terhadap kasasi Presiden Joko Widodo dan kawan-kawan dalam gugatan kasus kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan tahun 2015 memberi angin segar bagi ruang keadilan. Keputusan ini menunjukkan hukum –tak selamanya—tajam ke bawah dan tumpul ke atas.

Presiden Jokowi, sejumlah menteri, Gubernur Kalimantan Tengah, dan DPRD Kalimantan Tengah, digugat tujuh orang pegiat lingkungan atas karhutla 2015 itu. Mereka menilai pemerintah abai dalam membentuk regulasi turunan sehingga karhutla itu berdampak luas bagi masyarakat.

Di Pengadilan Negeri Palangka Raya, gugatan pihak yang sebagian berafiliasi ke Walhi itu, dikabulkan. Pengadilan Tinggi Palangka Raya menolak saat para tergugat melakukan banding. Hal serupa dilakukan MA.

Gugatan ini memang bukan pidana, karena itu tak ada hukuman badan yang diterima. Tapi, dari gugatan yang dikabulkan, tersebutlah sejumlah kewajiban yang harus dilakukan pemerintah. Selain menghadirkan regulasi untuk membuat posisi warga aman, juga implikasi lain misalnya membangun rumah sakit khusus paru-paru dan membebaskan biaya berobat korban karhutla.

Tanpa berniat menafikan upaya pemerintah dalam mengatasi karhutla, publik merasakan banyak hal yang perlu diluruskan dalam hal kebakaran hutan ini. Kadang-kadang, publik melihat pemerintah terlalu optimistis dalam penanganan karhutla, salah satunya dengan sembrono mengklaim tak ada lagi kebakaran dalam beberapa tahun terakhir.

Pemerintah, juga terkesan, keras kepada warga, lembut terhadap pengusaha, jika terjadi karhutla. Tak sedikit warga yang masuk hotel prodeo karena kebakaran hutan dan lahan. Tapi, manakala pelakunya adalah korporasi, pemerintah cenderung melunak.

Padahal, jika kita berkaca, saat hutan Kalimantan atau Sumatera, belum terjamah industri kehutanan dan pertanian, nyaris tak pernah terdengar namanya karhutla. Masyarakat memiliki kearifan lokal saat membuka lahan dengan cara membakar dan sebelumnya tak pernah menyusahkan.

Kita patut memberi dukungan kepada MA untuk memberikan keadilan, tanpa memandang siapa yang berperkara. Begitulah hukum sepatutnya berdiri. Dia hanya mencari siapa salah, siapa lalai, siapa benar. (*)

Juli 2019