Inilah Koran dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

Ada dua kemungkinan kenapa perkara dugaan korupsi tak pernah menjauh dari DPRD Kabupaten Garut. Pertama, rakyatnya salah memilih. Atau, pilihan rakyat sudah tepat, tapi sistem yang korup membuat wakil rakyat ikut bermain.

Kita tentu prihatin atas apa yang terjadi di Garut saat ini. Ada dugaan penyelewengan-penyelewengan yang terjadi di rumah wakil rakyat itu. Karena rumah wakil rakyat, patut pula diduga ada keterlibatan wakil rakyat di situ.

Kasus yang sekarang ditangani Kejari Garut adalah dugaan korupsi terkait program pokok pikiran (pokir) dan biaya operasional (BOP) DPRD Garut tahun anggaran 2017 dan 2018.

Rasa prihatin kita makin dalam karena bukan kali ini anggota DPRD Garut bermasalah. Dulu, beberapa tahun yang lalu, sempat pula mencuat kasus dugaan korupsi ‘Jaring Asmara’. Lalu, ada pula kasus pengadaan buku yang menyeret beberapa anggota dewan.

Sungguh jelaslah di depan mata kita, kursi lembaga perwakilan, bagi sebagian yang mendudukinya, bukan lagi arena untuk membela rakyat. Padahal, itulah janji-janjinya ketika menarik suara rakyat.

Dalam situasi seperti ini, kita kembali ingat pada hasil penelitian sejumlah lembaga antikorupsi. Mereka menempatkan lembaga perwakilan, apakah DPR atau DPRD, sebagai lembaga yang paling korup.

Terlalu naif jika kita berkata, kalau wakil rakyat saja sudah korup, bagaimana mungkin mereka ikut memberi sekat ruangan bagi aparatur negara lain untuk tidak korupsi? Tapi, itulah yang terjadi saat ini.

Selain prihatin, secara khusus kita patut mengecam atas terjadinya dugaan tindak pidana korupsi di lembaga wakil rakyat, khususnya di Kabupaten Garut. Kenapa? Karena Garut itu termasuk salah satu kabupaten terbelakang di Jawa Barat. Baru lepas dari posisi kabupaten tertinggal pada tahun lalu.

Bagaimana nurani wakil rakyat jika masih bisa “berpesta” di antara rakyat-rakyat yang dia wakili, yang dalam kenyataannya masih banyak terdapat warga miskin? Atau, untuk hal demikiankah mereka berjuang merebut kursi, agar bisa memeras darah dan air mata rakyat? (*)

Juli 2019