Inilah Koran dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

Banyak yang memuji pidato Visi dan Misi Jokowi-Maruf Amin yang disampaikan Minggu (14/7). Tapi, di sisi lain, tak sedikit pula yang mengkritik. Mereka menilai Jokowi tak memiliki visi yang jelas soal penegakan hukum.

Benarkah? Jika itu benar, maka kita patut kecewa. Pasalnya, hukum adalah dasar membangun negeri. Tanpa aturan hukum yang jelas dan penegakan yang adil, sehebat apapun pembangunan ekonomi dan infrastruktur akan sia-sia.

Yang dipersoalkan sebagian kalangan adalah ihwal pemberantasan korupsi dan penegakan hak asasi manusia. Yang satu tentang penyakit paling gawat di negeri ini, satu lainnya tentang dasar-dasar kehidupan manusia.

Orang-orang Jokowi tentu saja membela. Kadang-kadang, pembelaannya konyol juga. Ada yang bilang tak cukup waktu memaparkan visi-misi sampai menyentuh persoalan hukum. Ngaco. Persoalannya bukan pada waktu, melainkan pada keinginan. Berapalah lama tambahan waktu pidato untuk menyampaikan komitmen pemberantasan korupsi dan penegakan HAM. Paling lima menit.

Kita patut menyesalkan. Kecuali ekonomi, persoalan hukum adalah hal yang membuat hiruk pikuk negeri akhir-akhir ini. Sepatutnya itu menjadi salah satu perhatian Jokowi dan terungkap dalam visi-misinya. Jangan lupa, lima tahun lalu, Jokowi menjanjikan penguatan peran KPK dalam memberantas korupsi.

Tetapi, bukan hanya itu hal hukum yang membuat Jokowi banyak dikritik sepekan ini. Hal lainnya adalah pemberian grasi terhadap Neil Amstrong, warga Kanada, terpidana kasus kekerasan seksual terhadap anak.

Grasi yang diberikan Jokowi cukup melukai perasaan orang-orang yang berjuang menjauhkan anak dari predator-predator busuk itu. Selain korupsi, kasus pelecehan seksual terhadap anak juga paling memprihatinkan akhir-akhir ini. Bagaimana Jokowi tega memberikan grasi? Hari-hari ini, kita melihat dan mendengar betapa banyak kasus yang mengerikan itu terjadi. Bapak mencabuli anaknya, ayah tiri melecehkan anak tiri, guru menodai muridnya, kakek memperkosa cucunya. Sangat mengerikan. Tidakkah hal-hal semacam itu menjadi pertimbangan Presiden saat memberikan grasi? Presiden, juga pembantu-pembantunya, hingga kini tak memberikan alasan masuk akal atas pemberian grasi itu. Karena itu, layak sebenarnya publik mempertanyakan sejauh mana komitmen Jokowi dalam penegakan hukum karena dia akan memimpin kembali negeri ini lima tahun mendatang. (*)

Juli 2019