Inilah Koran dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

Golkar justru melampaui rata-rata partai yang lahir dari rahim reformasi tentang demokrasi yang mereka anut. Ketika partai-partai politik lain masih terpaku pada patron-patronnya, si Pohon Beringin yang lahir dari rahim Orde Baru itu bahkan sudah jauh maju ke depan.

Tengoklah parpol-parpol papan atas di Tanah Air saat ini. PDI Perjuangan masih terpaku pada sosok Megawati Soekarnoputri bahkan sejak parpol itu berdiri. Partai Demokrat kembali ke tangan Susilo Bambang Yudhoyono. Gerindra pun sangat tergantung pada Prabowo Subianto. Sementara PKB menunjukkan tanda-tanda menuju ke arah sana dengan kekuatan politik Muhaimin Iskandar.

Satu di antara parpol yang paling dinamis, ya Golkar. Partai ini jauh lebih terbuka. Proses regenerasi kepemimpinannya terus berjalan. Sejak ‘Golkar baru’ dibangun Akbar Tandjung, tak terhitung ketua umum yang memimpin parpol ini.

Tidaklah mengherankan, tokoh-tokoh Golkar selalu hadir di kabinet, siapapun presidennya. Secara politis, tokoh-tokoh Golkar kualifaid. Secara teknis, sebagian besar di antara mereka memiliki persyaratan untuk jadi pembantu presiden. Satu saja yang belum berhasil diraih Golkar sejak era reformasi, mengantarkan politisinya sebagai pemenang pemilihan presiden secara langsung.

Kedinamisan Golkar juga terlihat hari-hari ini. Ketika parpol-parpol lain bahkan sudah mengetahui siapa ketua umumnya sebelum musyawarah nasional –atau sejenisnya—berlangsung, Golkar beda. Pemilihan ketua umumnya betul-betul dilakukan secara demokratis, kadang memunculkan kegaduhan.

Tidak apa gaduh, sebab Golkar kemudian terbukti mampu menata kegaduhan itu. Bahwa kemudian ada yang tak puas dan menyeberang ke parpol lain, itu hanyalah soal kesempatan, bukan pada ideologi politik. Rata-rata, mereka yang menyeberang, adalah yang kalah dalam kontestasi Munas.

Hari ini hingga Jumat ke depan, Golkar kembali menyelenggarakan Munas. Airlangga Hartarto yang menggantikan Setya Novanto di tengah jalan, mendapat saingan dari banyak tokoh lainnya. Ada sembilan kandidat. Tapi, lawan paling kuatnya adalah Bambang Soesatyo.

Kita berharap Golkar mampu menjaga dan mempertahankan tradisi demokrasi yang utuh ini. Dengan segala kelebihan dan kekurangannya, Golkar mengajarkan kepada kita, bahwa partai politik bisa tetap berjalan dengan baik tanpa harus tergantung pada figur-figur tertentu, pada patron-patron tertentu. Begitulah hakikat demokrasi partai politik sesungguhnya. (*)

Desember 2019