Inilah Koran dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

Sejenak, marilah kita membayangkan seperti ini: bangunan megah, berbagai investasi, berdiri di Kawasan Bandung Utara. Lalu, tiba-tiba hujan turun. Sebagian Bandung tenggelam, oleh air dan lumpur.

Kenapa bisa begitu? Karena bangunan megah, industri, tak lagi memiliki kewajiban analisa mengenai dampak lingkungan (Amdal) dan izin mendirikan bangunan (IMB). Mereka hanya perlu menyesuaikan dengan rencana detail tata ruang (RDTR).

RDTR kemudian menjadi ‘kitab suci’ berdirinya investasi. Tapi, beda dengan kitab yang betul-betul suci, RDTR adalah sesuatu yang masih bisa diakali. Itulah nanti yang akan terjadi di Kawasan Bandung Utara jika pemerintah betul-betul mewujudkan investasi tak membutuhkan amdal dan IMB, untuk memutus beragam syarat bagi investor.

Buat kita sih, wacana semacam itu seperti bercanda saja. Terlebih juga, berapa sih sebenarnya daerah yang sudah memiliki RDTR saat ini? Hanya sekitar 50-an.

Tapi, wacana itu rasanya menjadi konyol karena datang dari pemerintah sendiri. Konyolnya, karena pemerintah seperti kehabisan akal untuk menyediakan karpet merah lainnya untuk investor.

Tak perlulah untuk berjibun titik, untuk satu wilayah saja, KBU, sedemikian susah mengaturnya. Saking susahnya, Gubernur Jawa Barat akan mengeluarkan Pergub Pengaturan Izin Penggunaan Lahan KBU. Lebih tegas karena izin takkan keluar tanpa rekomendasi Gubernur Jabar.

Sebenarnya, nafas dan peraturan-peraturan sebelumnya tentang KBU, juga sama. Tapi, banyak pihak suka membaca dan memaknai regulasi itu berdasarkan kepentingannya. Lalu, penafsiran-penafsiran semacam itu membuat KBU menjadi kawasan yang rawan sebagai daerah penyangga.

Jika Pergub saja selalu dicari-cari ruang untuk memperdayanya, apatah lagi jika nantinya tanpa Amdal, tanpa IMB, hanya mengandalkan RDTR. Tengok saja, dengan ketentuan Amdal dan IMB yang ketat, pabrik-pabrik di pinggir Citarum menjadi salah satu penyumbang pencemaran sungai tersebut. Sudah ada aturan pengelolaan limbah, mereka terabas dengan congkaknya.

Mudah-mudahan, wacana soal tak perlunya Amdal dan IMB bagi investasi itu, hanya sebatas wacana. Sebab, jika pemerintah bersikeras mewujudkan wacana itu, maka Gubernur Jabar harus cepat-cepat pula mencabut pergubnya karena bertentangan dengan regulasi pusat. Lebih dari itu, bayangkanlah bagaimana kondisi KBU dan Kota Bandung setelah itu. (*)

Desember 2019