Inilah Koran dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

Banyak peserta BPJS Kesehatan di Kota Bandung yang terjun bebas kelas, dari kelas I ke kelas III. Bagaimana melihat kenyataan itu? Buat kita sederhana: itu bentuk ketidakpercayaan terhadap BPJS Kesehatan.

Ini fakta yang diungkapkan Kepala Cabang BPJS Kesehatan Kota Bandung, Mokhamad Cucu Zakaria. Dia bilang, sejak ditandatanganinya Perpres No 75 tentang Jaminan Kesehatan, pindah kelas peserta BPJS membludak. Naik tujuh kali lipat dibanding sebelumnya.

Rata-rata, kelas III jadi sasaran. Bahkan, peserta kelas I tak memilih turun ke kelas II, melainkan langsung ke kelas III. Peserta kelas I yang biasanya membayar Rp80 ribu, setelah Perpres keluar naik dua kali lipat jadi Rp160 ribu. Kelas II naik lebih tinggi, dari Rp51 ribu jadi Rp110 ribu. Kelas III kini ditarik Rp42 ribu.

Kita meyakini, peserta BPJS Mandiri Kelas I bukanlah orang yang enggan membayar Rp160 ribu untuk asuransi kesehatannya. Untuk kelas serupa pada asuransi swasta, premi sebulan sebesar itu tak ada apa-apanya.

Tetapi, bagaimana peserta asuransi akan bertahan jika BPJS tiada henti memunculkan masalah? Layanan setengah hati yang diberikan rumah sakit untuk pasien-pasien BPJS, membuat orang merasa kesehatan mereka sulit untuk mendapatkan jaminan penanganan yang baik sepanjang masih memegang kartu tersebut.

Kesehatan, bagi masyarakat era modern, adalah sebuah kebutuhan yang sangat penting. Tentu, bagi orang-orang yang tak lagi mempersoalkan uang Rp160 ribu, jaminan kesehatan, tak boleh main-main. Tak boleh terintangi, bahkan untuk sedetik-dua pun.

Itu sebabnya, kita bisa membaca bahwa turun kelasnya banyak warga Kota Bandung dari kelas I menjadi kelas III, umumnya bukanlah karena persoalan naiknya iuran. Penurunan itu terjadi karena tak sedikit di antara mereka yang tak yakin dengan layanan BPJS.

Jika mereka kemudian tetap bertahan menjadi peserta BPJS Mandiri Kelas III, kita pun mahfum adanya. Pemerintah menyaratkan pengurusan berbagai dokumen dan kepentingan berbasis pada kepesertaan BPJS. Maka, iruran kelas III sebesar Rp42 ribu per bulan itu, bolehlah dianggap sebagai sumbangan mereka agar kebutuhan dokumen dan keperluan mereka tak ditutup pemerintah sama sekali.

Begitulah kira-kira kondisi masyarakat terhadap asuransi kesehatan masif bernama BPJS itu. Bagi sebagian orang, dan ini wajar, tak banyak harapan yang digandulkan meski mereka –terpaksa—membayar iuran Rp42 ribu perbulan. Hitung-hitung sumbangan buat penyehatan kondisi keuangan BPJS. (*)

Desember 2019