Inilah Koran dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

Presiden Joko Widodo meresmikan Tol Layang Jakarta-Cikampek (Japek Elevated), Kamis (12/12). Disebut pula, tol bakal gratis hingga pergantian tahun. Semestinya, tol itu tak berbayar untuk jangka waktu lebih lama.

Kenapa sampai begitu? Sederhana saja, masyarakat pengguna Tol Cikampek sepanjang pelaksanaan pembangunan Japek Elevated itu mengalami kerugian yang cukup dalam. Kerugian itu dalam bentuk membayar tol untuk perjalanan yang jauh dari efisien.

Sejak Japek Elevated berlangsung, jalur Tol Cikampek berubah jadi “neraka”. Kemacetan terjadi nyaris setiap saat. Boleh saja kontraktor atau operator jalan tol berkilah, pekerjaan pembangunan hanya dilakukan malam hari, tapi penyempitan jalur berlangsung 24 jam sehari selama hampir empat tahun.

Selama itulah, masyarakat pengguna jalan tol mengalami kerugian yang dalam. Membayar tol melintasi jalur Cikampek hanya untuk mendapatkan satu kepastian: terjebak dalam macet yang bertubi-tubi.

Tidak hanya menghadapi kemacetan, pengguna jalan tol juga menemukan jalur yang sama sekali tidak menyenangkan. Lubang jalan muncul di mana-mana. Tak sedikit kendaraan yang mengalami kerusakan di antaranya, paling rendah pecah atau bocor ban.

Sayangnya, selama pembangunan yang berlangsung hampir empat tahun itu, tak satu pun pejuang hak-hak konsumen yang melancarkan kritik terhadap proses pembangunan yang membawa efek parah itu. Semua diam. Semua menerima kenyataan itu tanpa bisa berbuat banyak.

Itu sebabnya, Jasa Marga, sebagai pengelola jalan tol, sepatutnya memiliki empati yang tinggi terhadap penderitaan pengguna jalan selama ini. Membayar penderitaan mereka dengan tidak dulu memungut tarif tol untuk jangka waktu yang lebih panjang.

Persoalannya, kita pun ragu, apakah Jasa Marga sebagai penguasa tunggal Tol Cikampek, punya hati untuk memandang kesulitan konsumennya. Sebab, selama ini yang terlihat memang BUMN itu seolah-olah menjadi “pengeruk dana pemilik kendaraan roda empat”, memanfaatkan regulasi yang membolehkan mereka secara berkala menaikkan tarif tol. Sementara masyarakat, sebagai pemilik saham Jasa Marga, bahkan sulit mengetahui apakah, misalnya, investasi di jalan tol tersebut sudah kembali atau belum. (*)

Desember 2019