Inilah Koran dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

Skandal Jiwasrayagate itu intinya peristiwa hukum. Tapi, sekali lagi, sulit menafikan sentuhan politiknya, termasuk ke partai politik. Partai milenial, Partai Solidaritas Indonesia jadi korban karena sikapnya.

Di dunia maya, tagar PSIMingkemSoalJiwasraya berada di puncak. Soal skandal Jiwasraya ini, PSI memang lebih banyak diam. Nyaris tak terdengar suaranya.

Beda jika mengkritik Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta. Begitu nafsu. Sehingga salah satu kadernya pun keliru menduga jembatan di Kemayoran yang baru dibangun runtuh sebagai pekerjaan Pemprov DKI Jakarta dan mengkritiknya. Padahal, itu proyek Sekretariat Negara. Gol bunuh diri, kata pegiat medsos.

Soal Jiwasrayagate pun PSI memunculkan kelit yang aneh. Salah seorang pengurusnya mengajak partai yang ada di DPR untuk mengawal karena PSI tak punya wakil di sana. PSI hanya concern di DPRD di mana mereka punya wakil, antara lain di Jakarta, Surabaya, dan Tangerang Selatan.

Pernyataan semacam itu dari seorang kader, tentu mengecilkan arti PSI sendiri. Pertama, PSI adalah partai nasional. Dia bukan seperti partai tertentu di Aceh yang konstituennya terbatas di provinsi tersebut. Dia punya DPP, DPD, dan DPC. Dia partai se-Indonesia. Karena itu, jika dia partai politik nasional, semestinya dia juga bersuara untuk isu nasional, meski tak punya kursi di DPR.

Cara berkelit semacam ini bertolak belakang dengan apa yang terjadi sepekan sebelumnya. Kala itu, PSI ikut menyoal soal larangan merayakan Natal di salah satu desa di Dharmasraya di Sumatera Barat. Itu isu nasional. Jika PSI ikut bicara soal Natal di Dharmasraya, apa salahnya bicara juga soal Jiwasrayagate? Anehnya lagi, karena Jiwasraya adalah isu nasional, korbannya pun ada di seantero Indonesia, termasuk di Jakarta, Surabaya, atau Tangerang Selatan. Jangan-jangan ada simpatisan pemilihnya jadi nasabah Jiwasraya yang dirugikan itu. Atau, jangan-jangan ada kadernya yang menjadi pemegang polis Jiwasraya juga.

Pada intinya, menurut kita, sebuah partai politik, didirikan untuk mendukung gerakan politik kebaikan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Itu sebabnya partai politik bukan milik orang-perorang, kelompok-kelompok. Dia terbuka untuk siapa saja. Karena itu, dia harus berjuang untuk kebaikan semua orang, bukan hanya di wilayah di mana dia memiliki kursi. (*)

Desember 2019