Inilah Koran dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

Negeri ini terlalu banyak malingnya. Terlalu abai dengan aturan. Selalu, setiap aturan yang muncul, ada saja cara untuk mengakalinya.

Pengungkapan penyelundupan mobil dan motor mewah yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Jakarta, kemarin, tak perlu disikapi secara mengejutkan. Penyelundupan yang merugikan negara sampai Rp48 miliar melalui Pelabuhan Tanjung Priok itu hanyalah bentuk kelalaian penegakan aturan.

Tanjung Priok bukan satu-satunya pintu masuk barang selundupan. Sekarang, mulai pula muncul tren menyelundupkan mobil mewah melalui wilayah perbatasan. Petugas perbatasan di Sanggau, Kalimantan Barat, bukan sekali-dua menemukan mobil mahal tanpa tuan ditinggal di jalan setapak.

Biasanya, mobil itu nantinya akan diangkut melalui pelabuhan di Pontianak. Masuk peti kemas dan dikapalkan menuju Jawa.

Kabarnya, sebelum reformasi, penyelundupan mobil juga dilakukan memanfaatkan ajang balapan mobil. Mobil didatangkan untuk kepentingan balapan. Dipakai sekali-dua di lintasan atau sirkuit, setelah itu diperjualbelikan.

Merebaknya penyelundupan hanya terjadi karena dua sebab: aturan yang terabaikan dan aparat yang lemah. Keduanya bermuara pada uang. Pada mental-mental koruptif yang sangat sulit dikikis.

Kondisi itu terjadi karena rata-rata anak bangsa kemaruk pada kehidupan duniawi. Uang dan kekuasaan seolah-olah menjadi hal yang paling utama. Karena itu, pelanggaran-pelanggaran terjadi di mana-mana.

Pelanggaran bahkan dilakukan oleh pejabat-pejabat, petinggi negeri, pemilik kekuasaan, yang seharusnya menjadi teladan. Bagi mereka, aturan selalu bisa dibengkok-bengkokan. Aturan berlaku bagi rakyat, tapi tidak bagi sebagian pemilik kekuasaan. Jalan raya menjadi contoh paling sahih betapa peradaban buruk itu terjadi di depan kita.

Dengan peradaban semacam itu, tidaklah mengherankan, peristiwa-peristiwa yang menunjukkan keserakahan, seperti yang terjadi pada penyelundupan mobil mewah itu, terjadi dan terjadi lagi. Ada persekongkolan-persekongkolan yang menguntungkan satu-dua orang, dan mengabaikan hak masyarakat banyak.

Dalam hal mobil mewah, penyelundupan bukan satu-satunya persoalan. Terungkapnya kepemilikan mobil mewah atas nama orang-orang yang secara finansial tak mungkin sanggup membayar pajaknya yang tinggi, adalah bentuk lain keserakahan itu. Keserakahan orang-orang yang kelakuannya tak ubah bak maling-maling di negeri gemah ripah loh jinawi ini. (*)

Desember 2019