Inilah Koran dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

Bagaimanakah kita memandang data bahwa ada 4.000 orang pria di Kabupaten Bekasi memiliki orientasi seksual menyimpang, pecinta sesama jenis atau homoseksual? Dilihat dari perbandingan jumlahnya memang kecil. Hanya setitik debu di padang gersang. Hanya 0,12% dari total penduduk 3,11 juta. Atau, 0,25% dari jumlah penduduk laki-lakinya.

Kecil? Dalam tataran prosentase angka, kecil. Tapi, kalau kita melihat perkembangannya membuat kita masygul. Angka tersebut tidak kecil untuk ukuran penyimpangan seksual pada wilayah yang berlandaskan agama ketuhanan. Angka itu membuat kita prihatin.

Kita tidak sependapat dengan aktivis pembela LGBT bahwa kondisi dimaksud semata-mata terjadi karena faktor genetik. Kita melihat, di luar faktor genetik itu, kemungkinan penyebabnya justru lebih kuat. Mulai dari faktor lingkungan hingga (kekerasan) keluarga.

Kenapa begitu? Karena ada kecenderungan menjadikan LGBT, termasuk homoseksual di dalamnya, sebagai gaya hidup. Setidaknya itu tergambar dari penggerebekan-penggerebekan LGBT dalam berbagai pesta yang akhir-akhir ini sering terjadi.

Dalam hal ini, kita melihat yang terjadi sesungguhnya adalah lunturnya nilai-nilai, norma-norma, di negara yang berlandaskan ketuhanan dan keberadaban. Kita menjadi pemaaf terhadap sesuatu yang sebenarnya bisa kita perbaiki. Tetap dalam rangka memanusiakan penderita, tapi berupaya menghindarkan penderitanya yang lebih banyak.

Harap diingat, jika angka homoseksual saja sudah 4.000, kita menduga angka penderita lesbian lebih dari itu. Dalam hal ini, yang membuat kita pilu, para pelaku tanpa merasa risih, kerap pula mempertontonkan hubungan mereka di depan publik.

Kita berpendapat, harus segera ada langkah-langkah yang dilakukan untuk melawan pertumbuhan angka yang menakjubkan itu. Dalam konteks itu, kita mendukung langkah-langkah pemerintah untuk meminimalisirnya.

Sebab, kita berpandangan LGBT bukan sekadar persoalan gen. Dia adalah juga gaya hidup yang salah di negeri yang berlandaskan ketuhanan. Jika kita terlalu permisif terhadap hal-hal tersebut, maka nantinya juga akan berlaku sama terhadap penyimpangan-penyimpangan moral yang terjadi di sekitar kita, semisal kasus video threesome di Garut yang membuat kita heboh. Kita tak ingin itu terjadi. (*)

Desember 2019