Inilah Koran dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

Kita dalam posisi mendukung tak diizinkannya Persib berlaga lawan Persiwa jika kondisi Stadion GBLA memang seperti yang digambarkan Pemkot Bandung. Buat kita, menghindari ancaman malapetaka berada di atas segalanya.

Tetapi, tentu tidak cukup hanya sampai di situ. Yang perlu kita telisik adalah ada apa sesungguhnya dengan Stadion GBLA? Sebab, persoalan yang dihadapi GBLA memang bukan kali ini saja.

Sekali waktu, menjelang Jawa Barat menjadi tuan rumah PON XIX/2016, Stadion GBLA nyaris tak bisa menjadi arena upacara pembukaan. Saat itu juga muncul temuan ada kekhawatiran soal konstruksi stadion yang disebut-sebut memiliki risiko jika dipadati penonton.

Persoalan konstruksi ini pula yang menjadi salah satu alasan kenapa Pemkot Bandung dan pihak kepolisian tak memberikan izin bermain di Stadion GBLA. Mulai dari keretakan hingga struktur tanah yang menurun.

Stadion GBLA ini memang kebanggaan kita. Di Kota Bandung, jauh-jauh lebih megah dibanding Stadion Siliwangi. Mampu menampung jauh lebih banyak penonton, desain yang bagus, dan sebagainya.

Tetapi, dalam hal pembangunan, stadion ini memang bermasalah. Salah satu buktinya, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi sudah memvonis Yayat Ahmad Sudrajat, saat itu Sekretaris Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya Kota Bandung, bersalah dalam kasus GBLA ini. Dalam sidang, kerugian negara mencapai sekitar Rp103 miliar dari total anggaran Rp545 miliar.

Dari kasus itu, memang harus kita pahami, stadion ini bukan stadion yang prosesnya mulus. Ada masalah di sana. Kita meyakini, proses yang tidak mulus itu yang antara lain menjadi salah satu penyebab kenapa Stadion GBLA bermasalah hingga sekarang.

Hanya saja, persoalan hukum penanganan kasus ini pun kita lihat tidak mulus. Agak ragu kita jika kerugian negara hingga ratusan miliar itu hanya dilakukan seorang sekretaris dinas di Pemkot Bandung.

Februari 2019