Inilah Koran dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

Lapas Sukamiskin itu tak hanya dihuni orang-orang yang “luar biasa bermasalah”, tapi juga diurus banyak pribadi bermasalah. Maka, penjara untuk kasus-kasus extraordinary itu akhirnya hanya banyak memunculkan tertawaan orang.

Banyak sudah bukti-bukti betapa bersamalahnya Lapas Sukamiskin karena diurus orang-orang bermasalah. Kasus suap yang menyeret Wahid Husein hanyalah salah satu puncaknya. Tapi, itu bukan yang pertama dan kita yakini bukan yang penghabisan.

Sebab apa? Sebab, setiap muncul persoalan di Lapas Sukamiskin, rata-rata yang dilakukan Kementerian Hukum dan HAM hanya dua hal ini: meminta maaf dan berjanji melakukan yang lebih baik. Janji-jani itu yang sulit terwujud.

Saat Wahid Husein tertangkap, semestinya tak ada lagi cerita minor dari Sukamiskin. Tapi, sebuah investigasi media pun mampu membongkar sel-sel mewah di dalam lapas.

Lalu, apanya yang berubah dari permintaan maaf dan janji perbaikan Kemenkumham? Dari jalannya sidang kasus Wahid Husein yang berjalan saat ini, publik pun mendapat gambaran petinggi Sukamiskin bukan tak tahu ada masalah. Tapi, dia malah menyiramkan bensin ke dalam masalah Sukamiskin. Persoalan makin dalam dan meledak saat Wahid diciduk KPK.

Lalu apa? Mungkin ada baiknya mengevaluasi menyeluruh keberadaan Sukamiskin sebagai lapas napi korupsi. Menempatkan napi-napi korupsi di penjara yang juga extraordinary, ketat dan tertib. Kalau perlu di posisi-posisi yang pengawalnnya lebih “menyeramkan” seperti Rutan Mako Brimob.

Yang kedua, memposisikan Lapas Sukamiskin lebih tinggi di atas lapas-lapas lain karena keistimewaannya. Dalam posisi itu, hanya petugas-petugas dengan integritas tinggi, memiliki kemampuan khusus (seperti Kopassus di TNI-AD) yang boleh ditempatkan di sana.

Kalau bukan orang istimewa, apalagi kalau hanya sekelas Wahid Husein yang sering khilaf, maka percayalah, persoalan-persoalan Lapas Sukamiskin takkan pernah tuntas.

Februari 2019