Inilah Koran dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

Kita harus berbaik sangka, bahwa Lukman Hakim Saifuddin tidak terlibat dalam kasus dugaan suap yang terjadi di Kementerian Agama. Tapi, jika fakta hukum nantinya menyatakan dia ikut terseret, tentu ini jadi noda yang sulit dimaafkan.

Sampai sejauh ini, KPK baru menetapkan tiga tersangka, salah satunya Ketua Umum DPP PPP Romahurmuziy. Tapi, KPK juga meyakini Rommy bukanlah pemain tunggal karena dia bukan pengambil keputusan. Keputusan pengangkatan pejabat di Kementerian Agama tentu ada di pimpinan lembaga itu sendiri, bukan anggota DPR, bukan pula petinggi parpol.

Bagaimanapun, wajar jika publik kemudian menebak-nebak akan ada pejabat di Kementerian Agama yang ikut terseret. Apakah itu LHS? Fakta hukum nanti yang akan menentukan. Yang jelas, penyidik KPK sudah membawa sejumlah dokumen, uang Rp180 juta dan US$30 ribu. Tidaklah kecil. Sekitar Rp600 juta.

Penyesalan publik tentang dugaan terjadinya suap di Kementerian Agama ini, buat kita, masuk akal. Ini kementerian yang antara lain ikut mengurus persoalan akhlak manusia. Bagaimana mungkin akhlak yang baik muncul dari pejabat yang koruptif.

Persoalan di Kementerian Agama, faktanya, juga sangat terasa ketika era reformasi, saat pucuk pimpinan kementerian jadi rebutan orang-orang politik. Ini tentu riskan. Sebab, kementerian mengelola dana besar. Selain dana haji yang berkali-kali jadi sumber korupsi, kementerian ini juga mengalokasikan dana luar biasa untuk pendidikan sekolah keagamaan.

Kita berharap dan berbaik sangka, agar LHS tidak ikut terseret dalam masalah ini. Sebab, malu kita kalau dia juga ikut terlibat. Kalau itu yang terjadi, maka tiga dari menteri agama di enam kabinet pemerintahan sejak reformasi, bermasalah dengan korupsi. Sebab, sebelumnya sudah ada Said Aqil Husin Al Munawar dan Suryadharma Ali.

Kita berharap dan berbaik sangka agar LHS tak menyusul mereka. Sebab, jika itu terjadi, itu bisa mematahkan pidato KH Said Aqil Sirajd pada peringatan Harlah Muslimat NU di Gelora Bung Karno, dua bulan lalu.

Maret 2019