Inilah Koran dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

TIGA tahun lalu, medali perak PON 2016 dia rebut. Dia bawa pulang ke Tasikmalaya bersama bonus dari Pemprov Jawa Barat. Kini, Asia bahkan sudah dia jamah. Tapi, trofi peringkat ketiga itu dia bawa ke alam kuburnya.

Jawa Barat kembali kehilangan salah satu atlet terbaiknya. Afridza Syach Munandar namanya. Dia pembalap berbakat, potensial tampil di MotoGP. Ajang Idemitsu Asian Talent Cup adalah jalannya menuju cita-cita itu.

Tapi, Munandar, begitu pembawa acara televisi lebih sering menyebutnya, pergi untuk selamanya di jalan itu. Anak muda Tasikmalaya itu mengalami kecelakaan di Sirkuit Sepang, Malaysia, Sabtu (2/11).

Jawa Barat berduka. Indonesia berduka. Dunia pun ikut berduka. “Podium ini saya persembahkan untuk Munandar,” sebut juara dunia MotoGP Marc Marquez.

Munandar bukanlah atlet pertama Jawa Barat yang meninggal di arena pertandingan. Sebelumnya, hal serupa pernah menimpa petinju profesional Alfaridzi.

Tetapi, mereka adalah juga bukti bahwa Tanah Pasundan ini tak pernah kering orang-orang berbakat, terutama di panggung olahraga. Mereka adalah para pejuang, petarung, yang begitu yakin dengan bakat dan kemampuannya.

Kita berharap, kepergian Munandar, hanya satu tikungan dari tikungan maut yang menewaskan Marco Simoncelli, tujuh tahun lalu, tak menyurutkan langkah anak-anak muda Tanah Pasundan berkarya di pentas olahraga. Bukankah maut bisa menjemput kapan dan di mana saja? Harapan kita terhadap keberlangsungan olahraga balap motor demikian tingginya karena pada beberapa cabang lain, regenerasi itu terputus. Setelah Alfaridzi meninggal, sangat jarang petinju Jabar yang “bunyi”. Pun, setelah Srikandi Tasikmalaya Susi Susanti atau Pangeran Pangalengan Taufik Hidayat mundur, tak ada lagi atlet Jabar mampu menembus juara dunia bulutangkis.

Ketika tulisan ini dibuat, jenazah Munandar sedang diterbangkan dari Kuala Lumpur menuju Jakarta dan kemudian Tasikmalaya. Kita sedih, kita berduka. Sama dukanya dengan tim Munandar yang menerima trofi juara umum ketiga tanpa ekspresi. Tapi, kita meyakini, tragedi di Sepang itu takkan menghentikan langkah anak-anak muda Jawa Barat untuk unjuk eksistensinya, tak hanya di olahraga, juga pada kehidupan yang lain.

Selamat jalan Afridza Syach Munandar. (*)

November 2019