Inilah Koran dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

Pemberian grasi terhadap terpidana kasus korupsi Annas Maamun jadi pembicaraan. Dengan alasan yang dikemukakan pemerintah, kita melihat ini grasi yang malu-malu.

Annas Maamun, mantan Gubernur Riau, yang terjerat kasus korupsi alih fungsi lahan, semula harus menjalani hukuman tujuh tahun penjara. Tapi, melalui Keputusan Presiden nomo 23/G Tahun 2019 yang ditetapkan pada 25 Oktober 2019 –tepat sebulan lalu, dia dapat diskon hukuman setahun.

Menurut pejabat Kemenkumham, salah satu pertimbangan –kita tebak yang utama—adalah karena Annas sudah uzur dan berpenyakit. Usianya sudah 78 tahun dan sakit-sakitan di Lapas Sukamiskin. Beragam penyakit dideritanya. Depresi, hernia, sesak napas hingga butuh pemakaian oksigen setiap hari.

Alasan semacam itu, sejatinya, bisa kita perdebatkan. Jika kondisi Annas sudah sedemikian parahnya, sepatutnya malah kita mendorong Presiden tak hanya memberikan diskon setahun. Bisa saja hingga dia bebas. Bukankah Presiden punya hak untuk itu.

Memberikan diskon hukuman setahun, dari sisi kemanusiaan, tidaklah akan terlalu berpengaruh pada kondisi Annas. Masih ada rentang waktu sekitar setahun sebelum masa hukumannya habis, dia tetap akan menggunakan alat bantu pernapasan di Lapas Sukamiskin.

Grasi itu, apapun alasannya, muncul ketika kita menghadapi persoalan-persoalan kehutanan yang pelik. Sebagian daerah kita masih mengalami kebakaran hutan, meski tidak seekstrem satu-dua bulan lalu. Ironis ketika pelaku-pelaku pembakaran lahan ditangkapi satu-persatu, Annas yang sudah terbukti melakukan pelanggaran kehutanan karena suap, mendapatkan kortingan hukuman.

Tak hanya itu, ironis pula karena KPK kini sedang menangani perkara terhadap perusahaan dan pihak-pihak yang justru terkait dengan kasus alih fungsi lahan di Riau yang menyeret Annas ke penjara. Di antaranya adalah Suheri Tata (Legal Manajer PT Duta Palma Group), Surya Darmadi (pemilik PT Duta Palma), dan korporasi PT Palma Satu. Surya melalui Suheri adalah pihak yang menyuap Annas Rp3 miliar (dari janji Rp8 miliar).

Maka, sebenarnya, patut pula jika pegiat-pegiat antikorupsi kemudian berteriak, menyesalkan keputusan Presiden, memberikan grasi terhadap Annas Maamun. Termasuk juga karena tak sedikit pihak yang meragukan komitmen pemerintah dalam pemberantasan korupsi akhir-akhir ini. (*)

November 2019