Inilah Koran dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

Kenapa ketika bicara soal korupsi, maka kita selalu menoleh ke Orde Baru. Seolah-olah hanya Orde Baru yang koruptif, Orde Lama dan Orde Reformasi tidak. Padahal, jika kita mau jujur, korupsi terjadi sepanjang zaman, termasuk era sekarang.

Perkara Orde Baru dan korupsi itu sempat pula disinggung Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD pada Seminar Propartif dan Penganugerahan Predikat Kepatuhan Tahun 2019 yang digelar Ombudsman, kemarin.

Korupsi adalah persoalan kita lintas zaman. Korupsi bahkan terjadi di kalangan pribumi sebelum Indonesia merdeka. Bukankah upeti-upeti yang dipetik dari rakyat adalah juga ladang koruptif? Korupsi juga terjadi pada era Orde Lama. Ada peristiwa Ruslan Abdul Ghani, ada peristiwa Kodam Diponegoro yang ramai dibicarakan pada era tersebut.

Orde Baru, tentu, tak luput dari persoalan korupsi. Persoalan suap-menyuap. Urus ini-itu perlu UUD, ujung-ujungnya duit. Apakah karena korupsi Orde Baru tersembunyikan sehingga tak banyak yang masuk penjara? Apakah karena dilindungi penguasa sehingga jarang kasus yang masuk ke ranah hukum? Sebenarnya tidak juga. Sebab, korupsi yang masif itu, jika kita mau jujur, memang terjadi di Orde Reformasi ini. Korupsi terjadi terang-terangan. Suap dan uang pelicin merebak di mana-mana.

Janganlah kita berdalih, karena ada KPK, korupsi di era orde ini bisa dibongkar. Transparan lagi. Sebab, KPK itu hanya lembaga “kecil” dengan kekuatan dahsyat. Tangannya serba terbatas.

Betul pula, sistem elektronik yang dikembangkan pemerintah orde ini, mengecilkan peluang perilaku koruptif. Tapi, tidak berarti, tindakan korupsi menjadi berkurang signifikan.

Korupsi berkembang karena penguasa juga semakin berkembang di orde ini. Di era Orde Baru, misalnya, mana ada anggota DPR atau DPRD yang secara bergerombolan melakukan korupsi. Itu hanya terjadi di Orde Reformasi ini.

Korupsi adalah persoalan kita sepanjang masa. Tidak perlu kita menyalahkan orde tertentu. Setiap orde selalu memiliki perilaku koruptif. Hanya caranya yang berbeda-beda. Sebab, korupsi lahir bukan karena orde, melainkan tersebut ketamakan penyelenggara negara.

Alih-alih menyalahkan salah satu orde, sebaiknya pemerintah saat ini fokus memberantas korupsi, mulai dari diri sendiri. Salah satunya, misalnya, dengan tidak memperlemah lembaga pemberantasan korupsi. (*)

November 2019