Inilah Koran dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

Lama lama, makin bingung kita dengan kebijakan dan keputusan pemerintah. Semua berganti begitu cepat. Apakah itu berarti kebijakan dan keputusan yang pernah ada, lahir secara tergesa-gesa dan tanpa pemikiran mendalam? Salah satu yang saat ini agak ramai adalah soal rencana pembubaran Tim Pengawalan, Pengamanan Pemerintah, dan Pembangunan Pusat (TP4) hingga ke daerah. Tim ini beranggotakan jaksa-jaksa untuk melakukan pendampingan pemerintah membuat program agar tak terseret korupsi.

Bagaimanakah jejak TP4 dan TP4D? Salah satu pujian datang dari Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Agustus lalu. “Bandara Yogyakarta Internasional Airport bisa cepat karena kita menggandeng TP4P dan TP4D,” katanya. Presiden Jokowi pun mengapresiasi cepatnya pembangunan Bandara YIA.

Tahun 2017, tim yang lahir dari implementerasi Inpres No 1 tahun 2016 tentang PPPSN, mengawal dan mengamankan proyek strategis nasional sebesar Rp81,9 triliun. Pengawalan dan pendampingan dari sisi yuridis, baik perencanaan, pelaksanaan, maupun pemanfaatan.

Lalu, apa yang salah dari tim tersebut sehingga harus dibubarkan? Pemerintah tak satu kata. Istana menyebutkan agar tak menghambat investasi. Menko Polhukam menyatakan karena banyak aduan soal sepak terjang TP4-TP4D yang banyak mudaratnya.

Lho, kalau banyak mudaratnya, kenapa baru sekarang terniat membubarkan? Kalau banyak TP4-TP4D yang menekan pemerintah untuk mendapatkan “sesuatu”, kenapa tidak terendus sejak jauh-jauh hari? Lagi pula, jika memang banyak mudaratnya, bukankah sepatutnya pemerintah membawa pencipta mudarat itu ke jalur hukum? Sejauh ini, yang kita ketahui, baru satu jaksa anggota TP4D yang tertangkap atas dugaan korupsi.

Dalam hal ini, bisa kita baca bahwa dengan rencana ini, pemerintah mengajarkan kepada kita, jika ada yang salah dengan oknum tim/lembaga, maka lumrah menyalahkan lembaganya. Apakah dengan begitu masyarakat juga bisa meminta pembubaran tim-lembaga lain, katakanlah DPR karena banyak anggotanya terjerat korupsi, atau kejaksaan karena banyak jaksa yang bermasalah, atau kepolisian karena tak sedikit polisi terantuk kasus narkoba, misalnya? Kalau tidak, maka kita bolehlah mengambil kesimpulan: tak sedikit tim, satgas, atau apapun namanya yang dibentuk pemerintah akhir-akhir ini, tak dipersiapkan secara matang. Itu terbukti karena banyak di antaranya yang mengalami kegagalan dan setelah itu dipandang layak dibubarkan.

Buat kita, pemerintah seperti mencoba menangkap tikus dengan membakar lumbungnya. (*)

November 2019