Inilah Koran dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

Mari kita berpegang teguh pada asas praduga tak bersalah. Irfan Nur Alam, putra Bupati Majalengka, Karna Sobandi, sampai kemarin, belum berstatus sampai tersangka. Polisi masih melakukan penyelidikan atas dugaan penembakan terhadap pengusaha Panji pada Minggu (11/11) lalu.

Tetapi, apapun, peristiwa yang terjadi pada Irfan, sekali lagi, membuktikan kepada kita, sipil memegang senjata, kerap menghadirkan masalah. Biasanya, peluru-peluru yang melayang dari senjata api yang dipegang sipil, hanya akan heboh pada saat peristiwa terjadi, tapi kemudian terlupakan.

Tentu kita masih ingat, selongsong peluru seorang sipil melesat menembus gedung dan ruang salah satu anggota DPR. Kuat dugaan, peluru nyasar itu melayang dari lokasi tempat latihan di Lapangan Tembak Senayan.

Tak lama setelah itu, muncul keinginan memperketat izin senjata api bagi sipil. Kita ragu, apakah keinginan memperketat syarat itu sudah dilakukan polisi. Yang jelas, Irfan memiliki izin untuk menggunakannya.

Siapakah Irfan? Kecuali anak bupati, dia bukan level pejabat negara yang berhak mendapat izin penggunaan senjata. Dia bukan menteri, bukan direktur BUMN. Kita menduga, izin itu didapat karena dia Ketua Pengcab Perbakin Majalengka.

Dalam posisi seperti itu, Irfan semestinya menyadari kapan dan dalam keadaan apa dia boleh menggunakan senjata. Apakah cerita versi Irfan atau pelapor dan polisi, kita tidak melihat ada alasan kuat bagi Irfan untuk meletuskan senjatanya.

Katakanlah, berdasarkan versi juru bicaranya, Irfan menembakkan senjata ke atas di tengah suasana yang ribut. Maka, bukan tugas seorang sipil untuk meredam gejolak dengan menggunakan senjata api. Bahkan petugas kepolisian pun, untuk menembak senjata ke udara, tetap punya alasan-alasan tertentu.

Kita patut menyesalkan apa yang terjadi pada Irfan. Dia seorang ASN dengan lompatan karier cemerlang di Majalengka. Baru berusia 34 tahun, sudah menjabat Kepala Bagian Ekonomi Pembangunan. Kariernya masih sangat panjang dan mungkin kian melejit.

Sayang saja, jika aparatur dengan karier moncer seperti dia, harus terhenti perjalanannya hanya karena tak kuasa menahan emosi saat memegang senjata api. (*)

November 2019