Inilah Koran dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

Sesekali ingatlah pepatah lama ini: tong kosong nyaring bunyinya. Dalam banyak hal, pepatah itu tetap relevan dalam kehidupan sehari-hari. Betapa masyarakat sering tertipu oleh sesuatu yang suaranya terdengar nyaring. Padahal, isinya belum tentu.

Apa yang dialami masyarakat, kebanyakan dari Kota Bandung, hari-hari ini juga begitu. Mereka tergiur suara yang nyaring. Padahal, suara itu datang dari tong yang kosong melompong.

Pertama, apa yang disebut sebagai investasi yang dikelola Monang Saragih dalam format Kopjaskum. Lalu, ada pula jualan mobil baru separuh harga yang dijanjikan PT Akumobil.

Keduanya menarik karena bunyinya yang nyaring. Bayangkan, dengan investasi Rp7,5 juta, maka pada tahun ketiga nilainya naik tiga kali lipat jadi Rp22,5 juta. Bayangkan, mobil yang harganya Rp150 juta, dijual Rp50 juta.

Masuk akal? Masuk akal jika dalam satu format: undian. Jika bukan undian, maka itu bohong. Dalam hal investasi, jika naiknya dalam tiga tahun hingga tiga kali lipat, maka perbankan akan menempatkan dananya di sana, bukan di SBI. Jika mobil bisa dijual sepertiga harga, dipastikan pabrik akan bangkrut.

Tetapi, yang kita sesalkan ada dua hal. Pertama, masih saja ada upaya-upaya untuk menipu masyarakat dengan beragam bujuk rayu. Lebih kita sesalkan, masih ada pula masyarakat yang mau tertipu dengan rayuan konyol itu.

Padahal, sebenarnya alat ukur menimbang-nimbang apakah hal-hal semacam itu penipuan, sangatlah gampang. Kembalikan saja kepada situasi pasar. Jika suku bunga perbankan saja misalnya 8%, hanya orang yang tak waras yang menawarkan bunga 200% untuk tiga tahun. Jika orang itu tak waras, yakinlah itu penipuan. Sama halnya dengan beli mobil murah itu tadi.

Ini perlu kita ingatkan karena apa yang dilakukan Akumobil atau koperasinya Monang bukanlah satu-satunya format yang diduga dipakai sebagai alat penipuan. Kita juga mendengar tak sedikit lembaga-lembaga pinjaman, terutama memanfaatkan perkembangan dunia digital, yang bermasalah.

Dalam kaitan ini, tempat koreksinya selalulah pada hukum pasar. Tapi, jika ingin lebih pasti lagi, apakah sebuah investasi, sebuah penawaran kredit, apakah terindikasi penipuan atau tidak, maka tanyalah ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Mereka yang lebih paham, apakah lembaga keuangan semacam itu layak dipercaya atau tidak.

Sebab, dalam perkembangan, pepatah tong kosong nyaring bunyinya makin berkembang dan bermetamorfosis. Kini, bisa pula disebut tong kosong penipu isinya. (*)

November 2019