Inilah Koran dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

BOLEHKAH membangun kolam renang di rumah dinas seorang pejabat pemerintahan? Tentu saja tidak ada larangan. Kalau kolam renang di Gedung Pakuan itu memicu ribut-ribut, barangkali karena kita kurang bisa mengelola diskursus yang terjadi dengan baik.

Pertama, tentu harus kita diskusikan apakah kolam renang itu sebuah kebutuhan. Kalau ada kebutuhan, kolam renang seperti apa yang harus dibangun. Mungkin tidak perlu kolam renang berukuran olympic karena kebutuhannya juga bukan untuk latihan spartan.

Dengan kolam renang bukan olympic-size, karena kebutuhannya sekadar untuk relaksasi atau menjaga kebugaran, mungkin juga dana yang diperlukan tak sebesar yang dipersoalkan selama ini.

Harusnya, hal-hal semacam ini sudah tuntas pada saat pembahasan anggaran antara eksekutif dan legislatif. Jika sudah tuntas dan termaktub dalam APBD atau APBD Perubahan, maka sebenarnya secara teknik administrasi penganggaran sudah selesai. Tak perlu diperpanjang.

Kalau sekarang memunculkan polemik, barangkali karena saat pembahasannya juga tidak serius. Jika serius, tentu akan muncul perdebatan, apakah perlu membangun kolam renang di Gedung Pakuan atau tidak, kalau perlu sebesar apa, sebanyak apa anggarannya, atau apakah sudah layak jika dibandingkan dengan sektor atau subsektor lain yang membutuhkan anggaran.

Polemik kemudian jadi membesar karena masing-masing pihak membela diri. Kadang-kadang dengan cara yang kurang elok pula. Rasanya, tidaklah elok seorang pemimpin menyampaikan hal-hal yang sangat teknis. Karena hal-hal kecil itu, kemudian terbukti, menjadi bumerang sendiri. Persoalan mungkin selesai jika pemimpin menyampaikan kolam renang itu dibutuhkan gubernur dan gubernur berikutnya untuk menjaga kebugaran. Selesai perkara.

Juga tidak patut membanding-bandingkan dengan masa lalu. Menataplah ke depan. Apalagi, kalau perbandingan masa lalu itu kemudian malah memicu perdebatan-perdebatan yang tidak positif.

Semestinya, kolam renang sederhana, dengan anggaran yang bisa lebih ditekan, hanya sebutir debu dalam APBD Jawa Barat. Tapi, karena kita gagal mengelola diskursus dengan baik, maka akhirnya menjadi polemik yang melebar kanan-kiri. Sungguh sangat tidak produktif.

(*)

November 2019