Haluan dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

Beberapa waktu lalu, publik baru saja melewati momen hari guru, tepatnya tanggal 25 November silam. Salah satu komponen yang sangat penting pada bidang ini adalah guru, profesi yang sangat mulia. Berkat guru lahir orang-orang pintar. Berkat guru lahir pemimpin. Berkat guru lahir pengusaha dan sebagainya. Pokoknya pengabdian seorang guru tidak diragukan lagi.

Kemajuan bangsa ini jelas berkat pengabdian guru. Dunia ini akan gelap tanpa guru. Karena itu, kedudukan seorang guru di tengah masyarakat sangat terhormat. Perannya bukan hanya sebagai pendidik di sekolah, tapi juga berperan di lingkungan tempat tinggal mereka.

Lahirnya Undang-undang nomor 14 tahun 2015 tentang guru dan dosen makin mengukuhkan bahwa kedudukan guru sangat penting sebagai pengembangan segenap potensi peserta didik, karena pendidik merupakan sosok yang amat menentukan dalam proses keberlangsungan dan keberhasilan pendidik dan pembelajaran.

Lahirnya UU 14/2005 tentang guru dan dosen memberikan kecerahan bagi guru. Kesejahteraan guru naik setelah mereka mendapatkan tunjangan profesi guru (TPG). Profesi guru pun mulai dilirik generasi muda yang sedang dalam menempuh pendidikan. Peminat untuk menjadi guru meningkat. Orang-orang pintar yang dulunya tak berminat menjadi guru karena penghasilan guru rendah, sekarang sudah berubah, banyak yang ingin menjadi guru.

Tapi jelas saja, kemampuan pemerintah untuk mengangkat semua guru menjadi aparatur sipil negara (ASN) terbatas. Makanya, masih banyak terdapat guru honorer terutama yang mengajar di sekolah-sekolah swasta. Mereka mendapatkan honor sangat jauh dari layak. Tak pantas rasanya guru sawsata mendapat imbalan jauh dari upah minimum regional (UMR), namun itulah kenyataan yang terjadi. Sekolah swasta pun umumnya tak sanggup membayar gaji guru yang layak.

Di tengah rendahnya tingkat kesejahteraan yang diterima guru swasta, muncul pula berita penghapusan tunjangan fungsional guru swasta yang tak seberapa itu. Berita ini tentunya mengejutkan guru-guru swasta. Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) mengecam keputusan tersebut. Mereka menuntut Peraturan Pemerintah (PP) 19/2017 tentang Guru direvisi.

Selama ini aturan pemberian tunjangan fungsional tertuang dalam pasal 19 PP 74/2008 tentang Guru. Di dalam pasal tersebut dijelaskan ada tujuh syarat untuk mendapatkan tunjangan fungsional. Seperti memiliki sertifikat profesi guru, menjadi guru tetap, dan usia maksimalnya 60 tahun.

Namun keberadaan tunjangan fungsional itu dihapus di dalam PP 19/2017 tentang revisi PP 74/2008 tentang Guru. Secara tegas di PP ini dinyatakan bahwa seluruh pasal 19 di PP 74/2008 dihapus.

Di tengah kegalauan guru swasta yang belum mendapatkan TPG, untungkah Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud Sumarna Surapranata memberikan penjelasan bahwa tunjangan fungsional guru swasta diganti dengan insentif. Jadi hanya perubahan nama saja.

Apapun namanya, kita berharap pemerintah memberikan perhatian terhadap seluruh guru, bukan hanya guru ASN saja. Sebab nasib guru honor sampai saat ini masih menyedihkan.

Desember 2019