Haluan dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

Dalam sepekan ke depan, publik terutama para pencari kerja di Sumbar akan disibukkan dengan persiapan menghadapi penerimaan PNS tahun 2019 ini. Jumlahnya diperkirakan sangat besar dan cukup menggambarkan peluang bagi para peminat mendapatkan kursi PNS.

Diyakini, para peminat akan membludaknya. Sebagian besar dari mereka dipastikan sudah menyandang title sebagai sarjanawan dan pengangguran produktif dalam mengikuti tes CPNS. Hal ini seolah mengindikasikan jika ekspektasi para pencari kerja di Republik ini memang begitu tinggi. Tapi hal menariknya adalah paradigm terhadap lapangan kerja yang satu ini, terutama di kalangan mahasiswa.

Entah ada yang salah atau kurang tepat dalam memberikan pendidikan kepada anak dari orang tua dan seorang guru/dosen terhadap siswa dan mahasiswanya. Mindset yang begitu kuat dan cukup mengakar menjadikan pilihan PNS tetap menjadi tahta tertinggi dalam menempatkan posisi berkarir dalam diri seseorang.

Sejak kecil kita tak pernah diajarkan menjadi seorang wirausaha yang mempunyai jiwa kemandirian, yang selalu didengungkan oleh orang tua dan para dosen disudut perkuliahan sana adalah bagaimana kita bisa menjadi seorang pekerja formal entah menjadi seorang pegawai (PNS), karyawan BUMN, dokter, tentara, dan polisi serta bentuk pekerjaan formal lainnya.

Ada sedikit pemikiran yang feodalistik dan cukup primitif saya kira dibeberapa kalangan orang tua dalam hal menanamkan ajaran kepada sang anak. kita selalu dituntut menjadi seorang PNS/Karyawan BUMN kelak saat selesai kuliah nanti, mereka beranggapan ada kebanggaan tersendiri yang cukup prestise jika sang anak berhasil menjadi seorang PNS, bahkan yang cukup ekstream kita tak dianggap bekerja bila di luar sektor itu.

Bahkan ada yang lebih nyeleneh lagi. Di sebuah perkampungan di sebuah desa, seseorang yang akan melamar/mempersunting calon pasangannya kemungkinan lamarannya akan diterima cukup besar jika dia berprofesi sebagai PNS. Bagi beberapa kalangan cukup beranggapan bahwa menjadi seorang PNS adalah langkah yang paling safety/aman dalam hidup ini, mendapat gaji/bulan, mudah mendapatkan kredit dari pihak perbankan, tak perlu bekerja keras layaknya para buruh dan suasana kerja yang mungkin sedikit nyantai dan mungkin masih banyak lagi.

Padahal, di banyak perguruan tinggi para rektor kerap mengajak para wisudawan dan wisudawati dapat berpikir membuka lapangan usaha ketimbang mencari pekerjaan. Sebab, dengan kreatifitas para wisudawan dapat meraih pekerjaan. Dengan menjadi entrepreneur, seorang wisudawan dapat lebih bermanfaat bagi umat.

Para pengangguran dan orang miskin dapat dibantu dengan membuka lapangan pekerjaan bagi mereka. Selain itu, bisnis kreatif tersebut merupakan lapangan kerja yang tak terbatas. Menjadi pengusaha lebih baik daripada menjadi PNS. Karena, hanya dengan menjadi pengusaha maka dapat ikut andil dalam kesejahteraan. Lalu, apakah kita masih akan terpasung dengan paradigm PNS? Apakah kita lupa di Minangkabau ini darah pebisnis mengalir deras hingga sebagian menyebut orang minang itu adalah petarung kuat untuk berusaha.

Desember 2019