Haluan dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

Tak dapat disangkal lagi, Pilkada 2020 yang akan datang itu menjadi helat politik paling menarik di Sumbar.

Setidaknyanya dinamika menuju agenda penetapan calon kepala daerah (cakada), baik cakada provinsi mau pun kabupaten/kota, mengindikasikan bahwa laga Pilkada tahun depan itu akan sangat menarik.

Tuts keyboard dalam tulisan ini tertuju pada Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur Sumbar. Sudah cukup banyak tokoh yang mengemuka ke hadapan publik, menarik simpatik. Ada yang mengapung dengan sendirinya.

Ada yang diapungkan. Ada juga yang masih berusaha agar terapung.

Sosialisasi lewat berbagai medium telah mulai dilakukan. Ada calon yang bebas mengumbar pesona demi meraih perhatian calon pemilih. Ada yang hatihati bergerak karena tersangkut status tertentu yang melarang dirinya untuk show berlebihan di depan publik. Ada juga yang sudah wara-wiri menarik perhatian, tapi justru menerima cemooh dan dituduh hanya cari sensasi.

Segenap trik dan intrik mulai dilakukan. Semua tokoh yang hendak maju itu mulai menumpahkan satu per satu peluru yang dimiliki agar dapat menaikkan pamor dan/atu menjatuhkan pamor calon lawan. Ini politik, ndan.

Wajar saja. Kita halalkan dulu semuanya. Bicara haram tunggu nanti di pengajian. Bebas.

Banyak kejadian yang suka tidak suka dikaitkan dengan kontestasi jelang Pilkada Gubernur Sumbar ini.

Sudah dirangkum pula oleh Haluan 12 Desember lalu, yang bikin publik cukup heboh saat membacanya. Tapi, memang itu realitasnya. Berlari hendak kemana pun, tetap saja kejadiankejadian itu tak bisa dilepaskan dari dugaan trik dan intrik saling sikut jelang pendaftaran calon dibuka oleh KPU.

Memasuki pekan ini, tensi makin panas. Setiap tokoh di pusaran politik bergerak, bekerja, berkomentar, dan bersikap, selalu saja ada yang mengaitkannya sebagai manuver serang menyerang antar calon menuju Pilkada. Apakah benar demikia, tentu para tokoh politik itu yang tahu kebenarannya. Namun yang pasti, ini tahun politik. Masuk ke arena politik, yang berlaku tentu aturan politik.

Meminjam pemikiran Machiavelli, politik adalah persoalan meraih dan mempertahankan kekuasaan tanpa adanya intervensi dari norma mana pun.

Bahkan norma agama dan adat sekali pun tak laku jika sudah di arena politik.

Dalam hal ini, narasi berpolitik santun pun dapat kita “cikaraui”. Sebab tak sedikit kita temukan, politikus yang santun di depan, tapi di belakang buas luar biasa menikam lawan. Mau dikemanakan fakta itu. Tak bisa mengelak, bukan.

Oleh karena itu, karena arena politik “Pilkada” itu sudah ada di depan mata, maka mari kita tonton setiap petarung politik itu pamer amunisi, memuntahkan peluru yang mereka punya. Nikmati saja. Ujung-ujungnya, keputusan tetap ada di tangan kita di bilik suara. Jangan serius benar.

Desember 2019