Haluan dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

Kesungguhan bertindak dan penegakan hukum atas tindak pidana ringan berupa penyakit masyarakat yang ditangani oleh Pol PP, terutama di Kota Padang. Kegiatan ini, nyaris setiap pekan mereka lakukan, mulai dari tempat tempat hiburan malam yang legal hingga tempat hiburan malam yang illegal yang kerap beroperasi tersuruk-suruk.

Upaya ini tentu masih jadi harapan kita bersama agar Padang bisa menjadi kota yang tetap berpegang teguh pada adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah.

Langkah yang dilakukan Pol PP merupakan sistem kejut, sekaligus untuk menyampaikan pesan kepada siapa saja agar menjaga etikanya bila berada di Padang. Eksistensi yang dijalankan merupakan pengejawantahan dari sikap pemerintah yang secara terang menunjukkan kemuakkannya pada praktik ilegal.

Praktik maksiat di kota ini memang bikin muak sebenarnya. Seperti api dalam sekam. Di luar tampak tenang, normal dan cenderung seperti penuh tata krama.

Namun di dalamnya menyimpan bara.

Perbuatan maksiat tumbuh subur. Wanita pemuas seks didagangkan lewat media sosial, minuman keras di jual di warungwarung kecil, transaksi seks bahkan dilakukan di pinggir jalan saja.

Pamong praja menggebrak. Kafe-kafe malam dirazia, lokasi-lokasi yang acap dijadikan tempat mesum didatangi. Koskosan yang terindikasi sebagai tempat meruyaknya praktik LGBT tak luput dari razia. Puluhan pelanggar Perda dijerat.

Jika yang tertangkap adalah Pekerja Seks Komersil (PSK), dikirim ke Panti Sosial Andam Dewi. Nan lain, seperti pelajar dan mahasiswa, dipanggil orang tuanya, disuruh membuat perjanjian untuk tidak lagi mengurangi perbuatan serupa.

Namun, seiring operasi yang digelar, muncul pertanyaan, apakah maksiat sudah mereda di Padang? Benarkah lokasi-lokasi maksiat yang dirazia Pol PP kapok dan tak lagi beroperasi? Sejauh apa efeknya? Jawabannya tentu tidak.

Sebagai kota yang mulai beranjak metro, Padang belum lepas dari maksiat. Razia yang dilakukan Pol PP, tak mangkus, dan sebenarnya hanya upaya kecil saja.

Ibaratnya tadi, razia yang dilakukan cuma seperti sistem kejut, yang efeknya hanya sebentar. Setelah itu, seperti biasa. Praktik kotor kembali berjalan. Tidak ada efek permanen dari langkah yang dilakukan.

Jika memang ingin memberantas maksiat, Wali Kota Padang harus benarbenar fokus. Tak bisa tugas berat itu dibebankan saja ke Pol PP Padang.

Butuh gerakan berkesinambungan, serta kebersamaan. Pemberantasan maksiat, atau secara umum penyakit masyarakat tidak bisa ujuk-ujuk dilakukan ketika kondisinya sudah kritis. Ibaratnya penyakit, pemerintah harus melakukan pencegahan dari awal, agar penyakit tak kronis dan menjalar kemana-mana.

Caranya, kepedulian masyarakat mesti dibangun. Pondasi mental dan moral di kalangan remaja dikuatkan sejak mengenyam pendidikan dasar. Jika pondasi kokoh, kelak ketika dewasa mereka memiliki mental dan moral yang kokoh. Tak mudah tergiur atau terayu untuk berbuat di luar normal. Dengan demikian, ke depan, 10 atau 15 tahun lagi, Padang akan dihuni oleh anak-anak muda beretika, memiliki norma dan anti maksiat.

Desember 2019