Haluan dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

Alek Pilkada 13 kota dan kabupaten di Sumbar plus provinsi yang akan memilih gubernur akan dilaksanakan kurang dari setahun lagi. Para pemilik suara yang memiliki hak suara di Bukittinggi, Solok Raya, Kabupaten Padang Pariaman dan Pessel, Sijunjung, Dharmasraya dan lainnya akan menentukan pilihannya. Momentum ini adalah landasan untuk perubahan ke arah yang lebih baik. Masyarakat mesti cermat memilih, menakar mana yang pantas, dan memilah dengan tepat, pasangan mana yang benar-benar mampu menjadi tumpuan dalam pembangunan.

Terlepas dari harapan perbaikan lewat Pilkada, ada yang meresahkan terkait persatuan masyarakat dalam Pilkada kali ini. Di dunia nyata, benar adanya tidak tampak gejolak yang mengancam persatuan. Suasana adem ayem. Nyaris tidak ada debat negatif, apalagi bentrok fisik yang terjadi. Namun, itu tak berlaku di media sosial, atau lazim disebut dunia maya. Beribu hujatan menghiasi dinding-dinding facebook, plu media sosial lainnya. Saling caci, memaki dan segala hal yang membuat keruh suasana terlontar dari tim sukses pasangan calon.

Suasana kian panas menjelang hari-hari pemilihan, foto-foto yang mendiskreditkan para calon bermunculan, segala pembelaan dilontarkan. Ujung-ujungnya saling gertak dan saling ancam. Tagline Pilkada badunsanak yang digaungkan jauh-jauh hari seolah tak memiliki harga di media sosial. Seakan tidak ada yang mau menahan diri, membuat tenang dan mendinginkan suasana. Banyak pihak yang tidak sekadar menganjung sosok pilihannya, tapi juga mencari celah buruk calon lain untuk diumbar ke khalayak ramai.

Kondisi nan demikian diprediksi tak akan berhenti walau Pilkada nanti usai. Perpecahan telah terjadi, jika dendam tak mau ditepikan, alamat tak baik bagi kondisi daerah. Kepala daerah terpilih nantinya punya pekerjaan rumah yang berat untuk menyatukan masyarakat yang terlanjur pecah akibat alek demokrasi. Mereka mesti dapat merangkul, menepis ego dan menganggap kemenangan dalam Pilkada bukanlah ajang untuk menekan lawannya ketika pertarungan berlangsung. Mau tidak mau, hal itu wajib dilakukan.

Perang kata dan foto di media sosial juga menandakan bahwa masyarakat kita memang belum siap berdemokrasi secara sehat. Belum siap untuk bertarung secara fair, tanpa mendongkel lawan dengan cara-cara tak baik. Semua itu mesti jadi catatan untuk penyelenggara Pilkada untuk melakukan perbaikan ke depannya. Supaya ajang Pilkada ini benar-benar badunsanak, mengedepankan persatuan, bukan untuk ajang pecah bela, dan tempo untuk saling mengumbar keburukan lawan.

Desember 2019