Inilah Koran dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

Dalam konteks elektrifikasi, sebagian masyarakat Kalimantan menyebut warga di Pulau Jawa itu cengeng. Pemadaman listrik 8-10 jam memunculkan heboh nasional. Padahal, bagi masyarakat di Kalimantan, itu hal yang biasa saja.

Pernyataan itu bisa dimaknai dua hal. Pertama, tentu saja menggambarkan daya tahan masyarakat Tanah Borneo itu yang lebih kuat menghadapi persoalan seperti ini. Tapi, itu juga bisa dimaknai sebagai bentuk protes mereka tentang Listrik Indonesia Raya.

Listrik Indonesia Raya? Jika tanah ini berkeadilan, maka sepatutnyalah elektrifikasi di Tanah Kalimantan mendapatkan perhatian yang jauh lebih besar dari pemerintah pusat. Bukan karena ibu kota mau pindah ke sana, melainkan karena rasa keadilan itu.

Sumber daya listrik di Tanah Jawa, sebagian besar asalnya dari Kalimantan. Itu dalam bentuk batu bara, emas hitam. Tanah mereka telah bolong-bolong karena terus digali. Proses reklamasinya pun hancur-hancuran.

Tapi, dalam kondisi seperti itu, sebagai penyuplai sumber tenaga listrik ke Jawa, pemadaman listrik, mendadak atau bergilir sudah jadi hal biasa bagi rakyat setempat. Tanpa ribut-ribut seperti Tanah Jawa yang seperti “hendak kiamat” ketika listrik mengalami pemadaman.

Sudah tentu, karena rata-rata sektor bisnis dan industri berada di Jawa, maka wilayah ini patut mendapatkan elektrifikasi yang lebih baik. Tapi, tidak berarti mengabaikan daerah sumber penyuplai bahan dasarnya. Terlebih, jika kita bicara soal kesamarataan, keadilan, Listrik Indonesia Raya.

Sungguhpun kita menipiskan “kiamat listrik” di Jawa kemarin, bukan berarti pula kita membenarkan PLN sebagai “penguasa tunggal” listrik untuk menganggap hal ini biasa-biasa saja, seperti yang terjadi di wilayah Kalimantan. Sebagai perusahaan monopoli penjualan listrik, ini jelas hal yang memalukan. Apalagi terjadi pertama kali sejak 2007.

Jelas, ada sesuatu yang harus diperbaiki PLN. Bisa jadi, sebagai badan usaha negara pelaku monopoli, perusahaan listrik ini cukup santai untuk menghadapi persoalan-persoalan seperti ini. Karena mereka tak punya saingan. Atau, karena rata-rata pekerjanya juga terbiasa dalam perilaku amtenar, bukan pelayan terhadap pelanggannya.

Agustus 2019