Inilah Koran dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

KEMARAU ternyata masih panjang. Hujan diperkirakan baru akan turun akhir November atau awal Desember. Paling menderita akibat kemarau bukanlah pejabat pemerintahan, politisi, pengusaha di kota, melainkan petani di desa-desa.

Betapa kemarau menghadirkan derita bagi petani, tanyakanlah kepada petani di Kabupaten Tasikmalaya. Empat tahun lalu, saat kemarau baru di ujungnya, mereka sudah merugi sampai Rp8 miliar. Itu baru pada Agustus 2015. Padahal, kemarau masih berlangsung bulanan setelah itu.

Kemarau 2015, utamanya akibat el nino dan efek rumah kaca, menjadi yang paling parah, setidaknya sejak 1880. Kemarau tahun ini, menurut perkiraan BMKG, hanya kalah dibanding 2015 itu, tapi lebih buruk dibandingkan tahun lalu dan sebelumnya.

Itu sebabnya, kita berharap, pemerintah memberi perhatian lebih besar terhadap kondisi ini. Sebab, yang paling terdampak akibat kemarau panjang ini adalah saudara-saudara kita para petani, mereka yang secara finansial dalam posisi yang lemah. Jadi, bayangkan, orang yang lemah, didera masalah panjang lagi.

Harus kita beri perhatian kepada petani karena mereka saudara-saudara kita yang jumlahnya paling banyak. Saat-saat seperti ini, mereka pasti bermuram. Alih-alih menyelamatkan tanaman, tak sedikit di antaranya yang mengalami puso.

Tetapi, dalam hal kehidupan, kita, terutama pemerintah dan penguasa, kerap menempatkan saudara-saudara kita itu sebagai objek. Dalam posisi itu, mereka hanya dianggap jika kita butuh. Kita kadang-kadang lupa menjaga hati mereka, memelihara pengharapan mereka.

Tak percaya? Seorang pejabat BMKG menyebutkan mereka sebenarnya sudah menginformasikan potensi kekeringan panjang ini kepada seluruh daerah. Tapi, dia menilai, pemerintah daerah, termasuk masyarakat, tak memperhatikan imbauan itu, apalagi mengantisipasinya.

Maka kita menggugah para penguasa, dari pusat hingga daerah, untuk memberi perhatian lebih kepada saudara-saudara kita yang lemah ini. Jangan hanya berjanji sekali lima tahun akan memberi perhatian kepada mereka, tapi dalam kondisi seperti ini mereka terlupakan.

Perlu ada kebijakan-kebijakan cepat dari para pemimpin mereka, pemimpin kita juga, agar derita mereka tak sepanjang kemarau panjang ini. Membantu mereka, dalam bentuk kebijakan apapun, sangat penting dan lebih bermakna ketimbang menghadirkan wacana-wacana, menebar janji-janji yang mungkin kita abaikan. (*)

Agustus 2019