Inilah Koran dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

Ada satu hal, Menteri Agama Lukman Hakim Saefudin mengalami hal yang sama dengan Sekretaris Daerah Jawa Barat, Iwa Karniwa. Apakah nasibnya juga akan sama, waktu yang akan menentukan.

Vonis majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta dalam kasus suap jabatan di Kementerian Agama, menyebut-nyebut nama Menteri Lukman. Majelis hakim memiliki keyakinan, sang menteri terbukti menerima uang Rp70 juta dari Haris Hasanudin, terdakwa yang Rabu (7/8) itu divonis bersalah dan dihukum dua tahun.

Ini sama persis seperti pada persidangan kasus suap perizinan Meikarta. Nama Sekda Jawa Barat, Iwa Karniwa, disebut-sebut dalam vonis sembilan terdakwa yang dinyatakan bersalah. Belakangan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun menetapkan Iwa sebagai tersangka.

Apakah Lukman akan jadi tersangka? Bisa jadi iya, bisa pula tidak. Tapi, jika melihat semangat KPK dalam pemberantasan korupsi, terlebih lagi komisionernya akan segera menyudahi masa pengabdian, peluang untuk itu besar.

Sejak awal, nama Lukman sudah disebut-sebut dalam kasus yang juga melibatkan politisi Romahurmuziy ini. Lukman dan Rommy dua sisi yang bersebelahan. Keduanya adalah kader NU dan sama-sama orang penting di Partai Persatuan Pembangunan. Rommy bahkan jadi Ketua DPP PPP sebelum diberhentikan setelah tertangkap basah oleh KPK.

Kita tentu mengedepankan asas praduga tak bersalah. Sepanjang Lukman yang kini memimpin jamaah haji Indonesia di Mekkah belum dinyatakan bersalah, tak bisa kita sebut seperti itu.

Tapi, kita juga mendorong KPK untuk membongkar kasus ini seterangbenderangnya. Dan kita yakin, KPK akan melakukannya. Rasa-rasanya, berdasarkan vonis tersebut, juga pemeriksaan-pemeriksaan awal pada proses penyidikan, tak sulit bagi KPK untuk mencari dua alat bukti.

Kenapa begitu? Terus terang, selalu malu kita lebih dalam ketika kasus dugaan korupsi atau suap terjadi di Kementerian Agama. Selalu mencuat, bagaimana kementerian yang salah satu urusannya memperbaiki akhlak umat, justru dikelola dengan mengabaikan akhlak-akhlak mulia itu.

Kita, tentu juga berterima kasih jika KPK menjadikan kasus ini sebagai pintu masuk dugaan suap penentuan jabatan lain di kementerian ini. Sebab, saat kasus ini pertama kali mencuat, banyak juga pernyataan ihwal permainan uang dalam penentuan dan penetapan jabatan rekor di perguruan tinggi di bawah Kementerian Agama. (*)

Agustus 2019