Inilah Koran dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

KABINET Kerja Presiden Joko Widodo edisi perdana, tak lama lagi akan menyudahi kerjanya. Apa yang menonjol dari kabinet ini? Banyak. Salah satunya, koordinasi yang sering lepas kontrol.

Miskoordinasi itu bahkan kembali muncul seharian kemarin. Menjelang siang, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil membuat pernyataan penting: Kalimantan Timur ditunjuk sebagai ibu kota baru republik ini, menggantikan Jakarta.

Tentu saja ini kabar besar di tengah kontroversi pemindahan ibu kota itu. Menjadi sensasional karena sebelumnya Presiden Jokowi sendiri pernah mengatakan dia yang akan mengumumkan keputusan penentuan ibu kota baru itu. Peristiwa itu bisa dibaca seperti ini: Menteri Sofyan Djalil mendahului apa yang hendak diumumkan atasannya.

Menjelang sore, di Istana Bogor, Presiden Jokowi juga membuat pernyataan pers atas pertanyaan wartawan. Dia bilang, belum ada keputusan soal Kaltim jadi ibu kota itu. Katanya lagi, masih perlu satu-dua kajian lagi.

Sofyan Djalil bisa dibaca membuat posisi Presiden Jokowi serba sulit. Jika nanti dia putuskan Kaltim, maka berarti sang menteri sudah mendahului pengumuman itu. Ataukah Presiden Jokowi akan mengambil keputusan lain, menetapkan Kalimantan Tengah, misalnya? Mestinya, miskoordinasi seperti ini tak terjadi dalam hal sepenting ini. Tapi, Kabinet Kerja I ini memang lekat dengan warna koordinasi yang kurang kuat. Tentu, kita belum lupa, misalnya, bagaimana pernyataan berbeda yang disampaikan Menteri Pertanian dan Menteri Perdagangan soal stok beras, koordinasi yang kurang antara Menteri Perdagangan dengan Kepala Bulog soal impor komoditas lainnya.

Koordinasi yang rapuh itu tentu tidak baik untuk Jokowi. Sekali waktu, Jokowi bahkan pernah pasang badan, untuk meredam kritikan publik atas lemahnya koordinasi di antara para pembantunya itu.

Lemahnya koordinasi ini akan menjadi risiko tinggi jika Jokowi menjalankan pergerakan yang cepat pada periode kedua pemerintahannya. Seperti dia kemukakan belum lama ini, dunia sekarang sudah berubah, yang cepat makan yang lambat. Kecepatan saja tidaklah cukup, yang tak kalah pentingnya adalah koordinasi yang firm. Dengan begitu, kepercayaan publik terhadap pemerintah akan betul-betul solid. (*)

Agustus 2019