Inilah Koran dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

JADI, makin jelaslah bagi Joko Widodo, dalam kapasitas sebagai Presiden Terpilih 2019-2024, bahwa tak ada figur dan organ politik yang betul-betul mendukungnya tanpa reserve. Tanpa pamrih. Dukungan tanpa reserve itu hanyalah pemanis mulut di depan publik.

Kini, ketika semuanya dihadapkan pada perebutan kekuasaan, belangnya terlihat. Perebutan kursi menteri jadi membuat panas partai-partai politik yang semula menyatakan mendukung Jokowi tanpa embel-embel.

Satu partai meminta kursi sekian. Partai lain tak mau kalah. Partai Jokowi, yakni PDIP, meminta jatah kursi terbanyak. Bahkan, ada pula pengurus organisasi nonpartai yang merasa ikut berkeringat minta jatah kekuasaan.

Dalam situasi seperti ini, maka pernyataan-pernyataan partai seperti ‘serahkan pada Jokowi karena itu hak prerogatif presiden’, patut kita anggap sebagai pernyataan klise. Sama saja, itu pernyataan pemanis semata. Sedikit mendekati munafik karena sesungguhnya mereka sangat menginginkan kursi menteri itu.

Semestinya, sebagian besar partai-partai, tak bersikap seperti itu. Setidaknya agar mereka terlihat konstan memperjuangkan terpilihnya Jokowi untuk kemaslahatan bangsa, bukan untuk mendapatkan kursi menteri.

Bukankah, sebagian besar partai politik pendukung, juga sudah mengantongi keuntungan dari Jokowi. Apa itu? Salah satunya, Jokowi-effect. Tak bisa terbantahkan, suara sejumlah partai mengalami kenaikan antara lain karena mendukung Jokowi dengan isu-isu yang bersentral pada nasionalisme.

Dalam kondisi seperti itu, maka kita menyarankan kepada politisi-politisi partai, untuk membiarkan Jokowi memutuskan sendiri kabinet seperti apa yang akan dia bentuk dan isi lima tahun ke depan. Penekanan terhadap Jokowi soal kursi menteri, kita anggap sebagai pencederaan terhadap perjuangan bersama-sama menjadikan Jokowi kembali memimpin negeri ini.

Cukuplah tekanan-tekanan politik itu terjadi sampai penetapan calon wakil presiden Jokowi beberapa waktu lalu. Sekarang biarkan Jokowi memilih pembantu-pembantunya yang cakap, yang dianggap mampu memajukan Indonesia lima tahun ke depan.

Kita sarankan pula, jika pada saat Jokowi mengumumkan kabinetnya nanti, tak perlu baper, tak perlu ngambek. Ingatlah kembali tujuan tuan dan puan ketika pertama kali mendukung Jokowi sebagai calon presiden: bukanlah untuk rebutan kursi menteri, setidaknya begitu yang tuan dan puan sampaikan kepada publik. (*)

Agustus 2019