Inilah Koran dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

Sekali lagi publik menjadi saksi teror terhadap KPK. Kita tak sependapat bahwa peristiwa ini biasa saja. Kita patut bercuriga bahwa ada kekuatan-kekuatan yang ingin memberangus taring komisi antirasuah itu. Dan itu harus kita lawan bersama-sama.

Kenapa? Betul, yang dilempari bom molotov adalah rumah Agus Raharjo dan Laode Syarif. Tapi, sasaran sesungguhnya adalah semangat pemberantasan korupsi. Yang “dilempar bom molotov” sejatinya bukan rumah petinggi KPK, melainkan KPK secara kelembagaan.

Teror terhadap KPK bukan kali ini saja terjadi. Yang fenomenal adalah ketika wajah penyidiknya, Novel Baswedan, disiram air keras. Hingga kini, dengan mata yang setengah bisa melihat, siapa pelaku teror terhadap Novel itu belum juga berhasil diungkap polisi.

Siapapun boleh saja mengimbau peristiwa ini jangan dibesar-besarkan. Tapi kita tidak sepakat. Sebab, sekali lagi, yang hendak dimatikan adalah semangat pemberantasan korupsi. Dan, itu berlawanan dengan semangat reformasi.

Kita menuntut pihak kepolisian menangkap pelaku, membongkar motif, dan mengusut tuntas perkara ini. Secepatnya. Sebab, dengan begitulah, polisi ikut menjaga semangat pemberantasan korupsi tetap menyala di dada kita.

Semangat itulah yang dibutuhkan. Faktanya, tindak korupsi, tetap saja jadi penyakit stadium empat pada bangsa ini. Kita melihat para garong uang negara itu tak malu-malu lagi melakukan perbuatannya, sementara masyarakat dihimpit persoalan ekonomi pelik. Penangkapanpenangkapan yang dilakukan KPK tak membuat jera, bahkan kemudian mereka lawan dengan bentuk teror semacam ini.

Sambil menunggu pengusutan ini, kita pun perlu mengingatkan aparat kepolisian tentang utang mereka dalam hal kasus Novel Baswedan. Sudah lama peristiwa itu terjadi, tapi sampai sekarang secuil tanda penyelesaian pun belum pernah tampak oleh publik.

Januari 2019