Inilah Koran dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

Terjaringnya Bupati Mesuji, Khamami, dalam operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), merupakan pukulan telak bagi Partai Nasdem. Bayangkan, kurang dari enam bulan, tiga kader potensial partai yang mengusung semangat restorasi ini yang menjabat kepala daerah, berurusan dengan komisi antirasuah.

Khamami merupakan bupati dari Partai Nasdem ketiga yang diamankan KPK. Sebelumnya sudah ada Bupati Malang, Rendra Kresna dan Bupati Cianjur, Irvan Rivano Muchtar. Ketiganya diamankan terkait dugaan “penilapan” anggaran pemerintah.

Partai Nasdem –tepatnya beberapa kadernya—tak kuat mengusung jargon restorasi yang digaungkan partai ini. Bagaimana mau merestorasi bangsa kalau kader-kader semacam ini malah terjerat korupsi? Nasdem bukan satu-satunya partai dengan “target berat” yang tak bisa diemban seluruh kadernya. PKS juga mengalaminya, bahkan presidennya terjerat kasus korupsi beberapa waktu lalu. Tak hanya itu, ada juga kader lain yang tersangkut persoalan serupa.

Ada juga parpol-parpol yang namanya terlalu berat dan kurang begitu sesuai dengan tindak politiknya. Namanya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, tapi ketua umumnya sejak berdiri –sebagai PDIP—itu-itu saja. Namanya Partai Demokrat, tapi amat bergantung pada satu figur.

Fakta-fakta semacam itu menunjukkan bahwa politisi kita banyak juga yang tak bisa membawa ruh partainya. Padahal, ruh itulah yang sesungguhnya sangat penting dimengerti, dimaknai, dan dijalankan kadernya.

Apakah kita masih bisa menyimpan pada partai-partai baru yang “seolah-olah”? Kita belum bisa membuktikan. Tapi kita punya keyakinan, belajar dari yang sudah-sudah, sepertinya takkan jauh dari yang pernah ada. Takkan mampu menghindarkan diri dari kelakuan kadernya yang tak sesuai harapan.

Kira-kira samalah dengan 10-15 tahun lalu, ketika kita menaruh harapan pada parpol “seolah-olah” yang memberi harapan, tapi kemudian malah membuat kita kecewa.

Januari 2019