Inilah Koran dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

Panggung politik sedang dihebohkan kehadiran tabloid Indonesia Barokah. Media yang tiba-tiba muncul di tengah pesta demokrasi lima tahunan. Selain merendahkan nilai sejati pers, media-media semacam ini pun cenderung kian mengikis kepercayaan kepada karya-karya jurnalistik.

Media, apapun platformnya, saat ini memang tengah diuji. Kepercayaan masyarakat kian menurun. Padahal, apa artinya media tanpa kepercayaan pembacanya? Seorang pengamat, bahkan menunjuk media mainstream saat ini kebanyakan jadi corong pemerintah. Itu karena daya kritisnya melorot. Sebaliknya, yang banyak adalah puja-puji terhadap penguasa.

Di tengah persoalan itu, kini kita dikejutkan dengan munculnya media periodik, lima tahunan. Dia muncul ketika pesta demokrasi datang. Isinya pun penuh dengan kepentingan pemilik, pemodal, dan afilisasi politiknya. Bukan kepentingan publik.

Apakah media-media semacam itu melanggar etika bermedia? Biarkan Dewan Pers yang menilainya. Tapi, menyembunyikan alamat dan entah siapa penanggung jawabnya, itu saja sudah merupakan pelanggaran.

Kehadiran media-media semacam ini adalah buntut dari kebablasan demokrasi. Kini, demikian gampangnya siapa saja membuat media. Jadi publisher, sesuatu yang dulu begitu bermartabat, kini kehilangan ruhnya. Sebab, siapa saja bisa jadi publisher.

Dewan Pers ingin mengawal media bermartabat, tapi mereka tak punya perangkat yang cukup untuk mewujudkan. Sumber daya mereka amat terbatas. Tak bisa melakukan verifikasi dengan cepat. Sumber daya terbatas, setiap hari muncul media baru yang harusnya sanggup diverifikasi.

Di tengah suasana seperti itu, patut kita sesalkan, banyak pelaku media yang memanfaatkan dan mengakalinya. Salah satunya, ya munculnya media-media lima tahunan ini.

Apalagi, media-media semacam itu tujuannya sudah gampang dibaca. Disebar ke masjid, pondok pesantren, dan sebagainya demi kepentingan elektabilitas.

Kita percaya, sebagian pengelolanya adalah para jurnalis, entah sudah bersertifikasi atau tidak. Maka, yang bisa kita imbau kepada mereka adalah segera tobat agar jatidiri jurnalis dan jurnalistik tetap terjaga.

Januari 2019