Inilah Koran dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

Keputusan Agus Raharjo tak menghadiri debat kandidat Pemilu Presiden 2019 patut kita puji. Begitulah selayaknya pejabat negara. Berdiri di atas semua golongan, semua kandidat. Pengabdiannya kepada rakyat, bukan pada rezim.

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu jadi panelis debat ini. Tapi, dia putuskan tak hadir. Dia tak ingin mengadirkan nuansa lain terhadap lembaganya. Dia menjaga lembaganya dari kemungkinan kesan berpihak pada pesta demokrasi ini.

Pada hari yang sama, ironisnya ditunjukkan Suardi Aliyus. Mantan Kapolda Jawa Barat yang kini menjabat Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) itu, disebutkan, memberikan masukan kepada Joko Widodo soal penanganan terorisme terkait materi debat capres pertama.

Ironis? Karena Kepala BNPT adalah bawahan presiden, bukan calon presiden. Tetapi, sulit juga kita menyalahkan Suardi. Sebab, undang-undang kita sendiri tidak memberi batas yang tegas antara presiden dan calon presiden pada satu figur. Semuanya campur baur. Beda dengan undang-undang pilkada dimana kandidat petahana harus cuti.

Kondisi itu pula yang membuat banyak pejabat bermuka dua. Di satu sisi pembantu presiden, di sisi lain juga pembantu calon presiden. Maka, pilpres kita bisalah dikatakan jauh dari fair. Calon petahana tak hanya diuntungkan karena diberi kesempatan berbuat sesuatu untuk negara, tetapi juga dibantu oleh organ-organ negara yang seharusnya bersikap independen.

Tengoklah, hari-hari ini ada menteri yang terang-terangan menyebutkan dirinya menyebut mendukung salah satu calon. Ada gubernur, bupati, wali kota yang rikuh memposisikan dirinya sebagai kepala daerah atau pendukung presiden. Di kedua kubu, tapi kebanyakan di petahana. Padahal, yang memilihnya rakyat, bukan partai politik, bukan calon presiden.

Demokrasi kita, karena kepentingannya terlalu banyak, sulit menemukan format yang fair dan jujur. Agus Raharjo menunjukkan bagaimana seorang pejabat publik harus bersikap. (*)

Januari 2019