Inilah Koran dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

KISAH tentang Kabupaten Cirebon, tampaknya, masih akan panjang. Setelah –kembali—menetapkan status tersangka untuk Sunjaya Purwadisastra, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi dalam kasus suap terhadap mantan Bupati Cirebon itu.

Salah satu, misalnya, penyidik KPK memeriksa GM Hyundai Engineering Construction, Herry Jung. Hyundai Engineering memang memiliki proyek PLTU-2 Cirebon, sebuah proyek yang sebenarnya vital dan karena itu harusnya mendapatkan kemudahan-kemudahan persyaratan investasi.

Tapi, rupanya, itulah yang diduga terjadi di Kabupaten Cirebon selama ini. Tak ada makan siang gratis. Kalau bisa dipersulit, kenapa harus dipermudah? Izin menjadi sesuatu barang mewah yang sebagian hanya bisa didapatkan dengan menggelontorkan fulus.

Dugaan suap ini hanyalah salah satu yang akan menyergap mantan Bupati Cirebon itu. Ada lagi pasal-pasal pencucian uang yang kemungkinan dijeratkan pada Sunjaya yang sudah jadi terpidana pada kasus sebelumnya.

KPK menduga Sunjaya menerima Rp41,1 miliar dalam bentuk gratifikasi, dari pengadaan barang/jasa, mutasi jabatan, setoran kepala SOPD, hingga izin galian. Selain itu, KPK juga menduga ada sekitar Rp6,04 miliar terkait perizinan PLTU-2.

Tentu Sunjaya tak berdiri sendiri. Proses suap, pemberian gratifikasi, adalah satu hal bermuka dua. Ada penerima, ada pemberi. Dalam hukum pidana, keduanya adalah kejahatan tindak pidana korupsi.

Melihat alur pemeriksaan saat ini, dengan tetap berpijak pada asas praduga tak bersalah, maka sejumlah teman-teman akan mendampingi Sunjaya. Siapa? Tentu saja pemberi suap, gratifikasi, atau orang-orang yang ikut membantu terjadinya tindak pidana ini.

Dalam konteks ini, tampaknya juga tak sulit-sulit amat dibaca apa yang selanjutnya akan terjadi. KPK sendiri sudah mencegah sejumlah orang bepergian keluar negeri terkait dengan kasus ini. Selain untuk memperlancar penyidikan, menurut kebiasaan, mereka yang dicegah keluar negeri adalah orang-orang yang patut diduga bermasalah.

Maka, Kabupaten Cirebon akan tetap gundah gulana sebelum kasus ini betul-betul beres dituntaskan. Gundah gulana itu bisa pula melanda aparatur-aparatur sipil negara. Kita harapkan, pemeriksaan kasus ini tak membuat mereka melupakan layanan publik yang jadi kewajiban utamanya. (*)

Oktober 2019