Inilah Koran dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

Hari ini, rencananya, Presiden Joko Widodo, akan mengumumkan menteri-menteri yang akan mengisi Kabinet Kerja II. Sikap awal yang patut kita kedepankan, tentu saja harus optimistis menghadapi masa depan, setidaknya lima tahun mendatang.

Kemarin, harus kita anggap, Presiden Jokowi sudah menuntaskan proses “pengenalan” calon-calon menterinya. Pada hari kedua, menteri-menteri petahana yang lebih banyak diperkenalkan.

Terhadap para calon menteri, tentu banyak pendapat yang beredar. Ada menteri-menteri yang meyakinkan, ada juga bahkan mungkin namanya saja belum dikenal publik. Ada yang membangkitkan harapan, ada yang menyikapi dengan pesimistis. Mudah-mudahan, yang pesimistis ini hanya karena belum kenal saja.

Perubahan nomenklatur, karena dalam perhitungan juga tidak terlalu banyak, pada titik awal harus dianggap sebagai upaya makin mengefektifkan penyelenggaraan pemerintahan. Presiden jauh lebih tahu apa yang dia butuhkan untuk menjalankan roda pemerintahannya.

Betapapun kita tak bisa juga membantahkan praktik-praktik bagi kursi berbalut prerogatif, sebaiknya kita simpan saja dulu di dalam hati. Tetaplah kita berbaik sangka. Siapa tahu, menteri-menteri pilihan Jokowi memang pilihan terbaik yang akan bisa menjawab tantangan masa depan.

Sebab apa? Tantangan ke depan memang begitu berat. Salah satu tantangan terberat itu adalah di sektor ekonomi. Tantangan ekonomi kita, bukan hanya persoalan domestik, tapi lebih lagi tantangan eksternal. Salah satu yang sudah membayang-bayangi adalah ancaman resesi ekonomi.

Jika itu yang terjadi, maka dipastikan Indonesia akan masuk kelompok negara yang paling terpapar. Itu karena fundamental ekonomi kita yang belum kuat.

Maka, selesai pengumuman kabinet hari ini, lebih baik kita tidak lagi “berkelahi sesama kita”. Lupakanlah sementara perbedaan-perbedaan dan beri kesempatan kepada para menteri ini bekerja.

Hanya itulah yang bisa dilakukan masyarakat di awal-awal pemerintahan ini. Lagi pula, tentu tak mungkin pemerintah mengambil langkah ekstrem di saat fondasi pemerintahan yang belum kuat, saat mereka masih meraba-raba kebijakan apa yang harus dilakukan. Bukankah para menteri baru itu butuh waktu 2-6 bulan untuk memetakan persoalan sebelum menemukan kuncinya. (*)

Oktober 2019