Inilah Koran dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

INI ironisme Jawa Barat. Punya begitu banyak perguruan tinggi berkualitas. Tapi, itu tidak linier dengan angka partisipasi kasar (APK) pendidikan tinggi warganya. Angkanya masih rendah.

APK pendidikan tinggi di Jawa Barat masih 18% pada tahun 2017 dan hanya meningkat menjadi 20% pada tahun berikutnya. Angka itu jauh di bawah rata-rata nasional. Kini, angka rata-rata nasional adalah 34%.

Menyedihkan karena Jawa Barat adalah ruang di mana perguruan tinggi bertebaran di mana-mana. Tanah Pasundan memiliki perguruan tinggi terbanyak dibanding provinsi-provinsi lain.

Perguruan tinggi swasta (PTS) pun berjibun. Data Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (ABPPTS) Jawa Barat, jumlah PTS di Jabar mencapai 378 kampus.

Tentu, ini menjadi tantangan berat bagi dunia pendidikan di Jawa Barat, terutama Dinas Pendidikan. Bagaimana pun mereka harus bisa menyiapkan lulusan-lulusan berdaya saing untuk menjadi “tuan rumah” di kampung sendiri.

Rendahnya APK pendidikan tinggi di Jabar memberi makna begitu banyak warga yang puas atau terpaksa menyelesaikan pendidikan hingga tingkat SMTA. Bisa jadi karena faktor pelajarnya sendiri, bisa pula karena faktor eksternal. Kekurangan biasa, misalnya.

Pemerintah Jawa Barat, sejatinya, bukan tak berupaya mendongkrak APK pendidikan tinggi itu. Dibangunnya kampus-kampus cabang PTN terkenal di sejumlah kota, seumpama di Cirebon atau Sukabumi, adalah salah satu contohnya. Tapi, itu saja ternyata tidak cukup.

Salah satu cara, yang perlu dilanjutkan pemerintahan Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul Ulum, juga anggota-anggota DPR RI Dapil Jabar, adalah juga mengupayakan bagaimana agar setiap kampus, terutama PTN di Jabar, memiliki alokasi khusus untuk masyarakat Jawa Barat sendiri. Seperti sistem zonasi pada penerimaan peserta didik baru (PPDB) SMTA.

Tidak mudah karena urusan pendidikan tinggi adalah urusan pemerintah pusat. Tapi, upaya tersebut sebenarnya sudah coba dilakukan pemerintahan sebelumnya. Ada baiknya langkah-langkah semacam itu dilanjutkan, dipertajam, agar warga Jabar memiliki kesempatan yang lebih luas mengenyam bangku PTN di Jawa Barat.

Kalau tidak ada upaya-upaya serius dari pemerintahan provinsi, maka APK yang menyedihkan itu akan berlangsung lebih lama. Naik sedikit-sedikit dan Jabar akan tetap tertinggal dibanding daerah lain. (*)

Oktober 2019