Inilah Koran dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

Bagaimanakah membaca sikap politik Prabowo Subianto menerima tawaran Joko Widodo masuk menteri Kabinet Kerja II? Banyak tentu terawangan begitu Prabowo meninggalkan Istana Kepresidenan, Senin (21/10) lalu.

Prabowo sendiri memberikan alasan yang kurang begitu kuat. Dia bilang, keputusannya adalah siap membantu presiden jika diminta. Jokowi memang sudah memintanya dan Prabowo pun akan dilantik pada Rabu besok.

Analisa lainnya ada yang menyebut Prabowo ingin “menjaga suasana politik” agar pada Pemilihan Presiden 2024 bisa maju lagi. Agak sukar juga memasukkan analisa ini ke nalar karena lima tahun ke depan dia sudah tak muda lagi, sudah 72 tahun. Akan banyak tokoh-tokoh muda yang akan naik.

Yang lain menyebut kesediaan Prabowo jadi menteri untuk menjaga stabilitas negeri. Bersatunya Prabowo-Jokowi diharapkan bisa membuat cebong dan kampret betul-betul tandas. Cebong dan kampret adalah istilah untuk pendukung Jokowi dan Prabowo pada Pilpres lalu.

Jika tujuan utamanya itu, untuk menciptakan perdamaian di kalangan warga, tentu patut juga diapresiasi. Akhir-akhir ini kita melihat keterbelahan di antara keduanya sedemikian tajamnya. Apapun yang dilakukan Jokowi, tak ada bagusnya di mata pendukung Prabowo. Sama, apapun yang disampaikan Prabowo, selalu salah di mata fans Jokowi. Parahnya, pernyataan-pernyataan mereka kadang terasa kasar.

Ada kekhawatiran, jika perselisihan itu tetap dibiarkan, bisa memunculkan perpecahan yang dalam. Bahkan, bisa pula mengancam persatuan, bahkan memicu perpecahan bangsa.

Hanya saja, tidak mudah mengobati luka yang terlalu lama menganga lebar itu. Faktanya, beberapa pertemuan Jokowi-Prabowo seusai Pilpres lalu, tak serta-merta menghabisi cebong dan kampret.

Lalu, untuk melambungkan Partai Gerindra? Alih-alih mendongkrak Gerindra, begitu Prabowo menerima tawaran itu, tak sedikit pendukungnya yang menyatakan kecewa dengan partai tersebut.

Kekhawatiran melorotnya suara Gerindra bukan tak disadari pengurus partai. Tapi, mereka menganggap bahwa apapun keputusan selalu menghadirkan risiko.

Jadi, apa alasan Prabowo menerima tawaran jadi menteri? Mungkin Prabowo ingin merasakan bagaimana jadi menteri. Selama ini, mantan Panglima Kostrad itu belum pernah berada dalam administratif pemerintahan. (*)

Oktober 2019