Inilah Koran dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

Dua istri prajurut TNI bakal berurusan dengan hukum karena urusan sindir-menyindir. Menarik bagi kita menunggu, bagaimana hukum dan perangkatnya menangani perkara sindir-menyindir ini.

Namanya sindiran, dia tak bisa dikatakan langsung menyasar pada seseorang. Begitulah kata sindiran itu adanya. Maksudnya hanya bisa diketahui oleh penyuara sindiran. Kalaupun ada yang merasa tahu, maka itu hanya menebak-nebak saja. Padahal, hukum bukanlah uruan tebak-tebakan.

Ada beberapa kalimat yang dipersoalkan dalam peristiwa yang menimpa istri dua prajurit itu. Salah satunya: jangan cemen pak, kejadianmu tak sebanding dengan berjuta nyawa melayang.

Kepada siapa kalimat itu diarahkan? Kepada Wiranto hanya karena peristiwa penusukan terhadap Menko Polhukham terjadi sebelumnya? Tidak jelas kalimat itu diarahkan kepada sang menteri. Bagaimana pula dengan frasa “tak sebanding dengan berjuta nyawa melayang?” Di mana jutaan nyawa melayang? Tak ada di Indonesia.

Atau, kalimat yang diunggah istri prajurit di Detasemen Kavaleri Berkuda pada Komando Pendidikan dan Latihan TNI-AD? “Pelajaran buat kita..jgn suka nyakitin org dgn ucapan..pisau msh blm tajam pak..msh tajaman lidahmu.” Yang bisa kita pastikan dari kalimat sindirannya itu hanya satu: sasarannya seorang laki-laki. Apakah laki-laki yang dimaksud adalah Menko Wuranto atau bukan, tak ada yang bisa memastikan, kecuali pengunggah kalimat tersebut. Bisa saja sasarannya Menteri Wiranto, tapi juga tak tertutup kemungkinan pria-pria lain.

Proses peradilan adalah sebuah proses pembuktian. Kalimat-kalimat tak jelas, ujaran-ujaran kebencian yang bersayap, akan sulit dibuktikan pada proses peradilan. Katakanlah jika proses peradilan berjalan, istri-istri prajurit itu bilang kalimatnya bukan ditujukan kepada Wiranto, melainkan untuk si A, B, atau C, bagaimana hakim harus membuktikannya? Lagi pula, jika sindiran di dunia maya dipersoalkan dalam konteks proses hukum, maka entah berapa banyak kasus-kasus serupa juga semestinya sudah masuk ke pengadilan. Entah sudah penuh penjara karena banyak sekali sindiran-sindiran yang bertebaran di dunia maya.

Maka, sekali lagi, jika persoalan ini naik ke proses peradilan, menjadi menarik buat kita mencermatinya. Seperti apa proses pembuktiannya berlangsung di pengadilan. Di atas itu semua, karena sindiran bukanlah dimaksudkan untuk merusak nama baik seseorang secara langsung, maka terlalu prematur untuk membawanya ke proses hukum. (*)

Oktober 2019