Inilah Koran dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

BETULKAH Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak efektif menjalankan tugas pencegahan? Ah, jangan-jangan justru pemerintah yang lamban, atau kurang memiliki daya dongkrak, untuk mencegah korupsi.

Soal lemahnya fungsi pencegahan ini menjadi alasan bagi mereka yang pro revisi Undang-Undang KPK, termasuk di antaranya kalangan DPR dan pemerintah. Harusnya mereka paham, dengan jumlah sumber daya manusia (SDM) minim, peran itu masih dilakoni KPK.

Tak percaya? Hitunglah berapa daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota yang bekerja sama dengan KPK untuk membantu pengawasan. Pada proyek-proyek besar di daerah, banyak pula yang melibatkan pemantauan KPK.

Sejatinya, yang lamban dalam hal pencegahan, bolehlah disebut pemerintahan. Salah satunya adalah bagaimana memaksimalkan fungsi pengawasan pada lembaga Inspektorat.

Jika tak percaya, dengarlah pernyataan Ketua KPK Agus Raharjo ini: “Yang daerah pembicaraannya sudah final dan sudah ada rancangan PP-nya, saya kok tidak tahu PP kok nggak keluar,” katanya.

Yang dia maksud adalah peraturan terkait penguatan aparat pengawasan internal pemerintah. Ada yang menarik dari usulan itu. Aparat inspektorat posisinya berada di bawah pemerintah daerah. Jika inspektorat provinsi, dia bertanggung jawab kepada menteri, inspektorat kabupaten/kota bertanggung jawab pada gubernur.

Masuk akal. Dengan begitu, mereka takkan lagi ewuh-pakewuh untuk melakukan pengawasan. Posisi mereka kuat, tak mudah diintervensi gubernur, bupati, atau wali kota.

Tapi, hingga kini, ketika UU KPK yang baru sudah disahkan, PP tentang pengawasan internal itu tak juga keluar. Bolehkah itu disebut sebagai lambannya pemerintah dalam upaya pencegahan sekaligus pemberantasan korupsi? Peristiwa-peristiwa semacam itu, termasuk pula UU KPK yang baru, kian menguatkan dugaan publik, pemerintah memang kurang sepenuh hati memberantas korupsi.

Jadi, kekhawatiran publik, terutama aktivis antikorupsi, mahasiswa, bahkan hingga pelajar, masuk akal bahwa pemberantasan korupsi, terutama dengan keluarnya UU KPK yang baru itu, akan mengalami kemunduran. Pasal-pasal yang memangkas wewenang pimpinan dan penyidik KPK, membuat masyarakat khawatir jangan-jangan keinginan pemberantasan korupsi itu hanya keinginan sementara saja. (*)

Oktober 2019