Inilah Koran dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

Menjelang pelantikan presiden sekaligus pengumuman kabinet tak lama setelah itu, elit politik bergerak makin lincah. Pertemuan demi pertemuan terjadi dan menjadi berita utama media.

Prabowo Subianto, Ketua Umum DPP Gerindra, misalnya, sudah bertemu dengan Jokowi, Megawati Soekarnoputri, Suharso Monoarfa, Diaz Hendropriyono, Surya Paloh, hingga Muhaimin Iskandar. Jokowi pun bertemu Susilo Bambang Yudhoyono dan Zulkifli Hasan.

Di antara pimpinan partai-partai politik, hanya Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang tak bertemu siapa-siapa. Mereka lebih banyak konsolidasi ke dalam.

Sikap PKS yang berbeda sebenarnya tidak aneh. Mereka punya sikap: berada di luar pemerintahan setelah jagoan yang ikut mereka usung, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno kalah pada Pemilihan Presiden lalu.

Berpartai itu, sejatinya, bukan hanya sekadar mencari kekuasaan. Dia adalah ilmu bagaimana bersikap demi kebaikan negara. Sikap oposisi adalah sama baiknya dengan berada dalam koalisi pemerintahan.

Ada yang bilang, dalam demokrasi Pancasila, tak dikenal oposisi. Itu kalau oposisi yang dimaksud adalah oposisi tajam, berlawanan dengan pemerintah, sebagaimana di negara-negara demokrasi lainnya. Tapi, kekuatan oposisi sebagai pengingat, penyeimbang, tetap dibutuhkan di negara demokrasi, apapun turunan mazhabnya.

Terlebih, dalam kondisi sistem politik seperti sekarang. Sistem politik di mana ketua umum partai politik demikian dominan dan nyaris tak terbantahkan menyangkut suara partai. A kata pimpinan parpol, A pula kata kadernya.

Dalam situasi demikian, menisbikan penyeimbang dalam sistem pemerintahan, adalah konyol. Dia bisa mengakibatkan pemerintahan yang tak terkontrol sama sekali. Sebab, suara parlemen akan menyerupai koor membenarkan semua langkah yang diambil pemerintahan.

Di situlah PKS mencoba memainkan fungsinya. Mereka ingin menyuarakan peringatan kepada pemerintah jika ada satu-dua kebijakan yang berlawanan dengan kehendak rakyat.

Kita harus apresiasi langkah yang diambil PKS. Di tengah partai-partai yang hanya berebut kuasa, PKS –sebagaimana juga PDI Perjuangan pada era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono—menunjukkan bahwa kekuasaan dan kue pemerintahan bukan satu-satunya yang diincar partai politik. Secara politik, mereka pasti akan memetik manfaatnya suatu ketika. (*)

Oktober 2019