Inilah Koran dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

Puncak itu “surga”, tapi kurang mendapat perhatian. Mestinya, sudah ada sejak lama muncul sistem transportasi yang membuat kawasan wisata di Kabupaten Bogor-Cianjur itu lepas dari “neraka” kemacetan.

Sudah lama Kawasan Puncak menjadi destinasi wisata andalan. Selain alamnya yang indah, juga jaraknya yang dekat dengan Jakarta. Itu sebabnya, sejak dulu, kawasan ini menjadi destinasi wisata weekend bagi banyak warga, terutama Jakarta.

Puncak memiliki beragam persyaratan jadi destinasi unggulan. Akomodasinya banyak, beragam. Atraksinya cukup, terutama karena alamnya saja sudah jadi pesona nan memukau. Satu-satunya persoalan Puncak adalah akses.

Sejak dulu, jalanan menuju dan dari Puncak segitu-gitunya. Sulit dikembangkan dengan kondisi alam seperti itu. Melebarkan jalanan Puncak hanya ada dua pilihan, meruntuhkan sebagian perbukitan, atau menutup sebagian lembah. Sama mahalnya. Belum lagi risiko longsor yang tetap mengintai.

Strategi mengatasi kemacetannya kini tinggal tersisa dua: membuka jalur lain atau membangun sistem transportasi massal. Otoritas kepolisian dan perhubungan memang sudah menjajal sejumlah cara, tapi tampaknya hasilnya sama saja.

Sejak dulu diberlakukan sistem oneway. Tapi, akhir-akhir ini tak bisa lagi menangkal kemacetan. Sistem kanalisasi 2 :1 diujicobakan pula kemarin. Hasilnya? Tak banyak beda. Kemacetan tetap mengular.

Pemerintah Kabupaten Bpgor sebenarnya sudah mengusulkan sejak lama jalur Puncak II. Bahkan, pernah pula mulai dilakukan. Tapi, ketika proyek itu terhenti, berhenti pulalah harapan tuntasnya persoalan kemacetan.

Persoalan yang dihadapi Puncak sama dengan kota-kota besar lainnya. Infrastruktur segitu-gitunya, kendaraan yang lalu lalang kian berseliweran.

Sistem lain yang juga hendak dikembangkan adalah dengan transportasi massal. Direncanakan akan ada kereta ringan dari kawasan Bogor menuju Puncak.

Hemat kita, jika pemerintah ingin serius mengawal dan menjaga Puncak, maka kedua cara itu harus diberlakukan: pembangunan jalur Puncak II dan transportasi massal. Membangun jalur Puncak II tentu butuh biaya mahal. Tapi, itu juga berarti menghidupkan kegiatan ekonomi lebih positif di bagian lain kawasan Puncak. (*)

Oktober 2019