Inilah Koran dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

Langkah pemerintah yang hendak mempercepat pembentukan provinsi baru di wilayah Papua adalah langkah aneh. Terjadi di tengah ketatnya pemerintah mempertahankan moratorium pemekaran.

Moratorium itu menjadi senjata pemerintah untuk meredam permintaan pemekaran daerah. Pemerintah menilai selain berbiaya tinggi, tidak semua daerah pemekaran juga mengalami kemajuan seperti yang diharapkan.

Pada satu titik ini kita sependapat. Tak sedikit pemekaran menjadi sangat politis di kalangan elit, bukan untuk masyarakat. Tak sedikit munculnya daerah otonomi baru (DOB) yang hanya jadi pajangan berbagi kekuasaan.

Tetapi, ketika pemerintah mendorong pemekaran daerah di Papua, buat kita ini aneh. Kenapa? Ya, karena pemerintah sendiri yang menutup keran pemekaran daerah.

Hemat kita, pemerintah harus berlaku adil untuk semua wilayah. Berdasarkan pertimbangan keadilan itulah negara ini berdiri dan didirikan. Karena itu, jika ada pembentukan DOB baru di wilayah Papua, semestinya hal serupa juga bisa terjadi di daerah-daerah lainnya.

Papua bukan satu-satunya wilayah sangat luas. Kalimantan tak kalah luasnya. Provinsi Kalimantan Tengah luasnya lebih dari dua kali Pulau Jawa. Desakan pembentukan provinsi baru juga muncul di sana. Jika pertimbangan jumlah penduduk, maka banyak juga permintaan pemekaran terjadi di Jawa atau daerah lain. Tapi, kenapa untuk hal ini pemerintah bergeming? Maka, hemat kita, jalan terbaik bagi pemerintah pusat adalah membuka keran pemekaran, mencabut moratotium DOB baru. Itu tindakan yang adil untuk seluruh wilayah Indonesia.

Lalu, pemekaran akan membabi buta? Tentu saja tidak. Dalam konteks inilah, pemerintah memperketat persyaratan boleh tidaknya sebuah daerah otonomi baru (DOB) dibentuk. Misalnya, pemekaran bisa terjadi selain karena persyaratakan teknis, tapi juga kesanggupan DOB meningkatkan kemajuan, terutama soal layanan publik dan ekonomi yang jauh lebih baik, secara cepat. Jika tidak sanggup, ya jangan izinkan. Bisa pula umpamanya studi kelayakan pemekaran harus melibatkan tim yang independen.

Sebab, kalau hanya membolehkan pemekaran terjadi di wilayah tertentu, bohong jika tak memicu kecemburuan di daerah lain. Kalau itu yang terjadi, maka moratorium pemekaran itu hanyalah moratorium setengah hati. (*)

Oktober 2019