Inilah Koran dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

Prerogatif itu ada di tangan presiden. Tapi, rakyat punya hak untuk melakukan kritisi. Akan halnya para menteri, memiliki kewajiban menjawab keraguan itu.

Pada beberapa sisi, banyak pertanyaan masyarakat begitu Presiden Joko Widodo mengumumkan susunan kabinetnya. Yang utama dan terbanyak adalah kemana perginya Susi Pudjiastuti? Susi memang menteri unik. Saat di awal jadi menteri, dia sempat dikritik publik. Itu karena publik merasa tak elok menyaksikan pejabatnya, perempuan lagi, merokok.

Tapi, Susi akhirnya menjadi bintang di antara menteri Jokowi pada Kabinet Kerja. Dia bertindak tegas menangani persoalan perikanan dan kelautan yang jadi nomenklaturnya. Tak sedikit kapal ilegal asing, konon ada juga berkaitan dengan pengusaha nasional, dia tenggelamkan. Dia tidak takut. Produksi tangkapan ikan nelayan pun meningkat.

Banyak jajak pendapat memosisikan pengusaha perikanan sekaligus pemilik Susi Air itu pada menteri paling berhasil. Jauh lebih berhasil dibandingkan menteri-menteri senior yang sudah berpengalaman di birokrasi.
Tentu publik layak mempertanyakan kenapa Susi tak jadi menteri lagi. Kebetulan pula, penggantinya adalah Edhy Prabowo, politisi Gerindra, parpol yang menjadi “lawan” Jokowi pada Pilpres lalu.

Kabinet kali ini memang memiliki corak yang sulit digambarkan dan penuh kejutan. Tentu publik juga layak mempertanyakan kenapa Jokowi, misalnya, mempertahankan Yasonna Laoly sebagai Menteri Hukum dan HAM.

Saat ini, UU KPK dan RUU KUHP, di antaranya menyentuh tangan Yasonna, mendapat perlawanan dari publik. Yasonna juga tak bisa dibilang berhasil menangani lembaga pemasyarakatan.

Baginya, persoalan lapas adalah soal kapasitas penghuni yang berlebihan. Padahal, persoalan sesungguhnya lapas adalah mentalitas penjaganya. Tengok saja, dua mantan Kepala Lapas Sukamiskin kini jadi tersangka kasus korupsi. Belum lagi aparatur lapas yang tertangkap basah ikut bermain dalam jaringan sabu-sabu.

Jokowi, dalam menyusun kabinetnya, juga “cedera” janji. Sebelum menyusun kabinet, pernah terlontar janjinya akan tetap ada menteri asal Papua. Faktanya, beda dengan sebelumnya, tak ada. Juru bicara barunya, Fajrul Rahman menyebutkan penyusunan kabinet bukan soal asal daerah, suku, dan sebagainya. Kalau begitu, kenapa sempat berjanji? Maka, wajar saja jika publik melihat susunan kabinet kali ini adalah kompromistis Jokowi dengan kekuatan politik, terutama partai politik. Tidak sepenuhnya seperti itu karena tak sedikit juga menteri dari kalangan profesional, tapi begitulah cerminan kabinet kali ini. (*)

Oktober 2019